Perhimpunan Guru Sorot Kemenag Lambat Buat Regulasi Kekerasan Seksual

CNN Indonesia
Kamis, 21 Jul 2022 19:27 WIB
Perhimpunan Pendidikan dan Guru mengatakan potensi kekerasan terus terjadi, tapi Kemenag lambat dalam membuat regulasi.
Kemenag dikritik soal aturan kekerasan seksual. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Jakarta, CNN Indonesia --

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengkritik Kementerian Agama di bawah Menteri Yaqut Cholil Qoumas lambat merespons kasus kekerasan seksual yang marak terjadi di tingkat satuan pendidikannya melalui regulasi atau aturan khusus.

"Sangat disayangkan, padahal tiap hari potensi kekerasan terus terjadi, tapi Kemenag lambat dalam meresponsnya secara regulasi," kata Satriawan dikutip Selasa (19/7).

Satriawan menyatakan sampai saat ini Kemenag belum kunjung mengeluarkan regulasi khusus yang mengatur tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual. Baginya, Kemenag sangat tertinggal dari Kemdikbudristek dari sisi regulasi terkait pencegahan kekerasan seksual.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai informasi, Kemendikbudristek telah memiliki Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan.

Karena itu, P2G mendesak agar Kemenag segera membuat Peraturan Menteri Agama mengenai pencegahan dan penanggulangan kekerasan. Termasuk kekerasan seksual di madrasah atau satuan pendidikan berbasis agama di bawah Kemenag.

Ia menegaskan Kemenag mestinya sadar saat ini para siswa tengah menghadapi darurat kekerasan seksual di satuan pendidikan.

"Jika selesai diundangkan, mendesak kemudian sosialisasi dan pelatihan bagaimana strategi satuan pendidikan berbasis agama mencegah dan menanggulangi kekerasan tersebut, bagaimana peran guru, majelis masyaikh (kyai), pastor, pendeta, pengawas, siswa, orang tua, dan lainnya," kata dia.

Sementara itu, Kabid Litbang Guru P2G Agus Setiawan meminta agar lingkungan sekolah, menjadi tempat aman, sehat, dan nyaman bagi tumbuh kembang anak sesuai kodratnya.

Agus meminta pihak sekolah/madrasah/pesantren/seminari atau sebutan lainnya tidak bisa lagi melarang siswa menggunakan gawai pintar di sekolah.

Pasalnya, HP sudah menjadi kebutuhan dalam pembelajaran serta media berkomunikasi antara anak dan orang tua secara intens. Terlebih gawai dibutuhkan bagi siswa yang belajar di satuan pendidikan sistem berasrama.

"Jadi ketika terjadi indikasi kekerasan di satuan pendidikan, anak bisa langsung melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua, sehingga terjadi pengawasan timbal balik," kata Agus.

"Semua satuan pendidikan seharusnya diwajibkan memasang kamera CCTV sebagai alat pengawasan dan bukti jika terjadi kekerasan," tambahnya.

Diketahui, belakangan ini marak sorotan dugaan kekerasan seksual yang menimpa para santri di pesantren.

Terhangat, Mochamad Subchi Azal Tsani alias Bechi ditetapkan sebagai terdakwa kasus dugaan pencabulan terhadap santri perempuan di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang. Dalam persidangan, Bechi didakwa pasal berlapis di antaranya pasal pemerkosaan.

Tak hanya itu, Herry Wirawan pemilik Pondok Tahfiz Al-Ikhlas, Yayasan Manarul Huda Antapani dan Madani Boarding School Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat juga didakwa memperkosa belasan santriwatinya di berbagai tempat. Herry telah divonis hukuman mati.

Belakangan ini, Kemenag tengah menyusun Peraturan Menteri Agama terkait kekerasan seksual di Lemdik Keagamaan.

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono Abdul Ghofur mengatakan rencana aturan itu sudah masuk tahap harmonisasi antara Kementerian/Lembaga terkait pada awal Juli 2022 lalu.

"Alhamdulillah, draf PMA pencegahan kekerasan seksual di Lembaga Pendidikan Keagamaan terus berproses, sudah masuk tahap harmonisasi antar K/L," terang Waryono seperti dikutip dari situs Kemenag.

(rzr/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER