Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membeberkan alasan jumlah pemeriksaan virus corona (Covid-19) harian turun dibandingkan capaian pemeriksaan pada saat gelombang ketiga akibat Omicron melanda Indonesia selama Februari-April 2022.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan hal tersebut berkaitan dengan test untuk skrining pelaku perjalanan.
"Testing dari 2021 hingga 2022 kebanyakan testing untuk skrining terutama pelaku perjalanan. Sejak Juni 2022 pemerintah melakukan pelonggaran dengan tidak mewajibkan pelaku perjalanan melakukan testing," kata Syahril saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Selasa (19/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip data pada 10 Maret 2022 sebagai contoh, jumlah penambahan kasus baru mencapai 21.311 orang dengan 257.959 spesimen yang diperiksa pada hari itu.
Sementara beberapa waktu terakhir, rata-rata pemeriksaan tidak sampai menyentuh 100 ribu per hari. Namun, pada 18 Juli, jumlah yang diperiksa naik menjadi 105.165 spesimen.
Namun, pemerintah saat ini kembali menerbitkan kebijakan tes Covid-19 dalam perjalanan via darat, laut, dan udara, untuk masyarakat yang belum menerima booster. Kebijakan itu berlaku mulai 17 Juli.
Penumpang yang masih mendapatkan vaksin kedua perlu menunjukkan hasil negatif Covid-19 dengan skema yang sampelnya diambil dalam kurun waktu 3x24 jam sebelum keberangkatan atau dengan skema antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu 1x24 jam.
Sementara penumpang vaksin pertama, wajib menunjukkan hasil negatif Covid-19 dengan skema PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu 3x24 jam. Penumpang yang baru vaksin dosis pertama tidak bisa menggunakan skema antigen.
Di sisi lain, aturan itu tak berlaku bagi masyarakat di bawah 18 tahun.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang dengan Transportasi baik di Dalam Negeri maupun Luar Negeri di Masa Pandemi Covid-19.
Syahril juga memastikan Kementerian Kesehatan berupaya meningkatkan capaian testing Covid-19 di Indonesia melalui aktivitas tracing atau pelacakan kontak erat.
Menurutnya, hal itu akan dilakukan dengan harapan kasus-kasus yang 'tersembunyi' di masyarakat segera dapat terdeteksi.
"Di sektor kesehatan tentunya pelacakan merupakan salah satu syarat terkait penilaian kapasitas respons," ujarnya.