Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mendesak agar aktor intelektual di balik serangan kantor partainya pada 27 Juli 1996 diusut tuntas. Serangan ke kantor PDI kala itu dikenal dengan peristiwa Kudatuli.
"Pada akhirnya siapapun yang menjadi aktor-aktor intelektual terhadap serangan Partai Demokrasi Indonesia saat itu, harus dituntut di muka hukum biar keadilan betul-betul ditegakkan," kata dia dalam diskusi peringatan Kudatuli yang disiarkan secara daring, Kamis (21/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasto menegaskan PDIP akan terus mengingat peristiwa itu. Laporan Komnas HAM menyebut lima orang tewas dalam peristiwa Kudatuli. Lalu ada 149 luka-luka dan 23 lainnya dinyatakan hilang.
"Oleh karena itu, DPP PDI Perjuangan mengharapkan kepada Komnas HAM, jajaran Pemerintah, Kejakgung untuk betul-betul menindaklanjuti agar peristiwa kelam itu bisa diungkapkan siapa aktor-aktor intelektual yang berada dibalik serangan kantor DPP PDI," kata Hasto.
![]() |
Sementara itu, Wakil Menkumham Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan salah satu kelemahan dalam penuntasan kasus 27 Juli 1996 yakni karena belum dimasukkan sebagai kasus pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM.
Menurut dia, kasus Kudatuli termasuk kejahatan demokrasi. Dia menyebut peristiwa itu tergolong kejahatan luar biasa, sesuai UU Nomor 26 tahun 2000.
"Komnas HAM sampai detik ini belum pernah merekomendasikan kasus 27 Juli ini masuk dalam pelanggaran berat HAM, berdasarkan UU 26 tahun 2000 ini penyelidikannya adalah Komnas HAM," kata Hiariej.
Di kesempatan yang sama, Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga mengatakan sejauh ini memang kasus 27 Juli sebagai pelanggaran HAM berat baru bersifat kajian.
"Yang DOM Papua juga belum dilakukan penyelidikan. Begitu pula 27 Juli belum juga melakukan penyelidikan," kata Sandra.
Sandra mengatakan penyelidikan pro justitia terhadap kasus 27 Juli belum dibahas lagi oleh Komnas HAM. Namun hal itu bisa berubah jika ada keputusan baru oleh sidang paripurna Komnas HAM.
(thr/bmw)