Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut pihaknya masih menggodok regulasi yang akan memberikan akses penelitian ganja untuk kebutuhan medis di Indonesia.
Penelitian juga akan melibatkan sejumlah peneliti dari perguruan tinggi Indonesia dan farmakolog.
Hal itu Budi sampaikan merespons keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan ganja medis baru-baru ini. Pasca penolakan, MK juga mewajibkan pemerintah untuk segera melakukan penelitian atas manfaat ganja medis bagi kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ganja ini di Kemenkes kita sudah bicarakan dengan kementerian lain, itu mau kita gunakan untuk penelitian dulu, karena di kesehatan semuanya itu berbasis bukti, berbasis ilmiah," kata Budi dalam rekaman suara, Kamis (21/7). CNNIndonesia.com telah diberi izin Humas Kemenkes untuk mengutip rekaman tersebut.
Budi kemudian menyinggung morfin yang juga merupakan salah satu jenis narkotika yang legal untuk penanganan medis di Indonesia. Morfin digunakan sebagai obat untuk menghilangkan rasa nyeri dengan intensitas sedang hingga parah.
Ia menyebut, penggunaan morfin dulunya juga melalui proses penelitian yang berbasis ilmiah. Sehingga ia meminta publik menunggu hasil penelitian yang rencananya akan dilakukan Kemenkes dalam waktu dekat.
"Morfin diukur, diberikan ke orang ini, tidak boleh dijual bebas kemana-mana. Sama dengan ganja, ganja harus diteliti supaya ada bukti medisnya apakah dia bisa dipakai untuk alasan medis atau tidak, dipakainya ke siapa, dosisnya berapa banyak dan lain sebagainya," ujar Budi.
"Nah, yang kita mau bikin izin untuk penelitian itu, bukan izin untuk pemakaian," imbuhnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengatakan berdasarkan putusan MK maka pemerintah harus bergerak untuk penelitian manfaat ganja medis.
"Kecewa dan kaget dengan semua bukti dan ahli yang kita ajukan ke ruang sidang. Sekarang bolanya di pemerintah," kata Erasmus kepada wartawan, Rabu (20/7).
Ia mengungkap putusan MK itu sebenarnya sulit diterima, karena selama ini pelarangan terhadap ganja medis dilakukan tanpa penelitian. Kemudian untuk membuka larangan, MK mengklaim tidak ada penelitian komprehensif terkait hal itu.
"Tapi ada yang menarik [dari putusan MK], karena MK mengakui penting riset, sesuatu yang pemerintah belum lakukan. Jadi agak aneh, pelarangan dibuat tanpa riset, tapi untuk membuka pelarangan itu, kita harus riset," paparnya.
Erasmus pun menyebut saat ini langkah yang bisa dilakukan masyarakat hanya menunggu inisiatif dari pemerintah untuk menjalankan putusan MK.
Lewat putusannya, MK meminta pemerintah melakukan penelitian terhadap Narkotika Golongan I untuk membuktikan manfaatnya bagi kesehatan. Hal ini disampaikan usai majelis hakim menyatakan ganja medis tetap tidak boleh digunakan untuk alasan kesehatan.
(khr/kid)