Komite Pengacara untuk Hak Asasi Manusia (KPHAM) dan Lembaga Kajian Demokrasi Public Virtue Research Institute meminta kepolisian menggelar rekonstruksi mengenai suara tembakan dan pemeriksaan prosedur olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) di kediaman Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo.
Desakan itu disampaikan mengingat kedua tindakan tersebut tidak dilakukan polisi saat prarekonstruksi di kediaman Sambo yang berada di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Sabtu (23/7).
"Prarekonstruksi suara tembakan itu penting untuk menguji benar tidaknya penembakan tersebut terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo," ujar Koordinator KPHAM Abusaid Pelu melalui keterangan tertulis, Minggu (24/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tembakan harus dilakukan dengan senjata dan peluru sama jenisnya. Apa benar ada tembakan di sana dan seberapa jauh tembakan yang katanya berjumlah 12 kali itu terdengar di lingkungan setempat," sambungnya.
Abusaid menjelaskan rekonstruksi suara tembakan dan pemeriksaan prosedur olah TKP penting dilakukan guna mengetahui kebenaran peristiwa dan sebagai wujud akuntabilitas kepolisian kepada publik.
Menurut dia penting mengetahui tindakan polisi saat pertama kali melakukan upaya pengamanan TKP.
"Siapa yang hubungi polisi dan siapa penyidik pertama di TKP, apa yang dilakukan saat olah TKP. Semua polisi yang datang pertama di lokasi kejadian harus diperiksa apakah sesuai Protap di TKP, apakah mendengarkan keterangan saksi saat itu. Harus ada foto-fotonya," kata Abusaid.
"Jangan lupa, apakah mantan Kapolres Jaksel setelah ditelepon Ferdy Sambo agar datang ke TKP sudah melaporkan kejadian itu ke Kapolda Metro Jaya? Dan jika melaporkan, apa perintahnya? Ada keganjilan. Pertanyaannya, kenapa keganjilan itu terjadi," tambahnya.
Muhammad Daud, anggota KPHAM, menyayangkan kepolisian tidak menghadirkan Ferdy Sambo dan terduga pelaku pembunuhan Bharada E, serta tidak melibatkan pengacara Brigadir J yang notabene merupakan korban pembunuhan.
Padahal, menurut dia, peran mereka sangat penting guna memastikan kredibilitas penyidikan.
"Jika tidak, itu sama dengan menunjukkan proses penyidikan tak berjalan transparan sepenuhnya," ucap Daud yang juga merupakan Wakil Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia pimpinan Luhut MP Pangaribuan.
Sementara itu Direktur Eksekutif Public Virtue Miya Irawati mendesak agar digelar Rapat Dengar Pendapat di Komisi Hukum DPR dalam rangka fungsi pengawasan dan kontrol rakyat melalui wakil-wakilnya.
Miya menilai semestinya kepolisian tidak tanggung-tanggung bekerja mengingat kasus ini menimbulkan spekulasi masyarakat yang begitu deras di media sosial.
"Kami mendesak jajaran Komisi III DPR RI untuk melakukan fungsi kontrol dan pengawasan demokratis atas kinerja kepolisian. Kasus ini terlalu mencolok di masyarakat," imbuhnya.
Kepolisian menggelar prarekonstruksi di kediaman Ferdy Sambo di Jakarta Selatan pada Sabtu (23/7) siang hingga petang.
Kepolisian melibatkan sejumlah tim seperti Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis), Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor), Kedokteran Kepolisian (Dokpol), dan penyidik gabungan kepolisian dalam prarekonstruksi dimaksud.
Sejumlah petinggi Polri terlihat hadir, di antaranya Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Kabagpenum Humas Polri Kombes Nurul Azizah, dan Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi.
Pengacara Brigadir J, Johnson Panjaitan, baru tiba di lokasi sekitar pukul 15.05 WIB. Menurut kuasa hukum Brigadir J tersebut, alasan mereka terlambat adalah karena tidak diundang untuk menyaksikan prarekonstruksi tersebut. Ia mendatangi lokasi untuk mengonfirmasi prarekonstruksi ke pihak kepolisian.
(ryn/fea)