LIPUTAN KHUSUS

Perkenier Pala Banda Klan Van Den Broeke: Panggil Saya Mas Pongky

CNN Indonesia
Senin, 15 Agu 2022 14:18 WIB
Pongky merupakan generasi ke-13 pemilik perkebunan atau perkenier di Kepulauan Banda. Pria kelahiran 1956 itu adalah anak dari Benny Wiliem Van Den Broeke.
Pongky Van Den Broeke, Perkenier terakhir di Kepulauan Banda. (cnnindonesia/safirmakki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Jemarinya menari terampil layaknya penenun ulung. Merapikan saling silang tali yang mengait wadah dari anyaman bambu. Kurungan itu diikat di ujung sebilah galah panjang. Di antara wadah dengan galah bambu, ada besi pengait. Mirip penggaruk sampah dengan dua mata kuku yang tajam.

Masyarakat Banda menyebut alat ini gai-gai. Biasa digunakan untuk memetik buah Pala. Pala yang dianggap telah masak, pantang jatuh ke tanah. Kualitasnya akan rusak.

"Saya pulang ke Banda meneruskan wasiat orang tua. Bukan soal status seorang perkenier," ujar Pongky Van Den Broeke di kala mengecek perkebunan Pala miliknya di Desa Walang, Pulau Banda Besar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tertulis nama di KTP Pongky Irwandi Van Den Broeke. Silsilah mencatat Pongky merupakan generasi ke-13 pemilik perkebunan atau perkenier di Kepulauan Banda. Pria kelahiran 1956 itu berayah Benny Wiliem Van Den Broeke. Generasi pertama mereka adalah Paulus Van Den Broeke, seorang admiral angkatan laut Belanda yang ditugaskan Belanda mengawal pengembangan Pala sejak 1621.

Panen buah pala di perkebunan pala milik Pongky Van Den Broeke, Banda Besar, Maluku Tengah. CNN Indonesia/Safir MakkiPanen buah pala di perkebunan pala milik Pongky Van Den Broeke, Banda Besar, Maluku Tengah. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Lihat Juga :
LAPORAN INTERAKTIF
Tragedi Mestika Tanah Banda

"Panggil saya Mas Pongky saja. Saya lama di Surabaya, (mendiang) istri pun Yogyakarta dengan kromo iinggil yang menular ke saya," ujar Pongky, tertawa lepas.

Gai-gainya pun ia letakkan. Sebatang rokok kembali ia nyalakan. Istri pertama yang dinikahi Pongky telah wafat saat kerusuhan Ambon yang menjalar hingga ke Neira dan Lonthor.

Kakek moyang Pongky pertama kali dimandatkan mengelola perkebunan (perk) di Pulau Ay seluas 20 hektare. Hingga generasi kelima, klan Van Den Broeke mengelola hingga 140 hektare hingga ke Pulau Banda Besar. Perkebunan Pala Waltervreden Lonthoir jadi wilayah mereka. Dalam satu tahun klan Van Den Broeke bisa menyetor 3.000 ton Pala untuk masuk kapal-kapal Belanda.

"Saat satu pohon Pala dalam setahun bisa menghasilkan 6.000 buah pala kala itu," ujar Pongky.

Pendudukan Jepang pada 1942 mengobrak-abrik ladang pendaringan klan Van Den Broeke. Kakek Pongky kala itu, Williem Frederick Steiner Van Den Broeke diseret ke Makassar menjadi tawanan.

Sang ayah jadi budak pengasah katana di Neira. Nama besar Van Den Broeke tersuruk. Sebagian kebun Pala Pongky dibabat, diganti singkong dan umbi-umbian. Kegemaran Jepang menumpuk bahan bersifat pokok masyarakat Asia.

Ketika Indonesia merdeka, klan Van Den Broeke tak serta merta mendapat kembali keagungan yang mereka bangun. Butuh perjuangan panjang meminta hak atas ratusan hektare kebun Pala, termasuk tujuh rumah yang pernah dimiliki klan generasi Van Den Broeke.

12,5 hektare kembali kepada keluarga sang perkenier pada 1978. Rumah Pongky kini tersisa dua, di Neira dan di Banda Besar yang telah didirikan Keluarga sejak tahun 1700-an.

"Sekarang 12,5 hektare, delapan pekerja," ujar Pongky.

Buah pala yang dijemur denga menggunakan proses pengasapan di rumah pengasapan milik Pongky Van Der Broeke. CNN Indonesia/Safir MakkiBuah pala yang dijemur denga menggunakan proses pengasapan di rumah pengasapan milik Pongky Van Der Broeke. (CNN Indonesia/Safir Makki).

Pala terbaik warisan perkenier

Pongky mengajak CNNIndonesia.com ke kediamannya yang juga tempat 'dapur pala' pascapanen. Rumahnya dibangun dengan sebagian papan kayu. Di bagian atas rumah merupakan tempat pengasapan pala.

Rumah ini pula menjadi saksi puluhan pekerja dari tanah Jawa dipekerjakan meneer generasi Van Den Broeke dari abad ke-17 hingga 19. Tempat para pekerja memilah pala, berbalas pantun diselingi aksi wayang kulit dari mereka untuk mereka.

"Jepang datang, rumah ini dibakar, wayang-wayang kulit para pekerja di sini entah ke mana," kenang Pongky.

Di Rumah inilah tempat biji pala pascapanen diendapkan dalam ruang pengap, kemudian diasapi dari bawah rumah yang dijadikan ruang pembakaran. Proses ini memakan waktu satu hingga satu setengah bulan. Pala harus benar-benar kering.

"Saat ini banyak petani cukup menjemurnya di tengah jalan. Dijemur matahari. Memang kering di luar, tapi masih basah di dalam. Membuat Pala lebih mudah berjamur," ujar Pongky,

Pongky menolak menyalahkan apa yang dilakukan petani-petani pala saat ini. Pongky mengakui biaya produksi seperti yang dilakukannya butuh waktu dan cukup mahal ketimbang hanya mengandalkan matahari.

Pongky Van Den Broeke memantau pala yang dikeringkan di dalam ruang khusus pengasapan pala miliknya di Banda Besar, Banda Neira, Maluku Tengah. CNN Indonesia/Safir MakkiPongky Van Den Broeke memantau pala yang dikeringkan di dalam ruang khusus pengasapan pala miliknya di Banda Besar, Banda Neira, Maluku Tengah. (CNN Indonesia/Safir Makki).

"Dan ini Pala dengan usia panen yang benar-benar ideal," sela Pongky, menunjukkan sebiji buah pala yang terbelah secara alami bagian daging buahnya. Biji pala berselimut fuli merah merekah. Untuk buah Pala matang secara alamiah seperti ini, kata Pongky, butuh waktu selama sembilan bulan, sembilan hari.

"Plus sembilan jam. Plakk!, akan terbelah dia saat waktunya datang. Seperti seorang ibu melahirkan anak, kita orang menyebutnya Buah Pala sutabuka (sudah terbuka)" ujar Pongky.

Pongky menyebut masa panen dan pascapanen merupakan hal yang wajib dipatuhi oleh para pekerja Perkenier. Bahkan kata dia, pekerja yang ketahuan membelah buah pala belum saatnya, akan diganjar hukuman kurung tiga bulan.

"Kalau sekarang Pala belum panen tapi anak harus bayar sekolah, pusing juga kepala kita," ujar Pongky.

Perkebunan Pala di zaman VOC hingga pendudukan Belanda juga berbeda dari era sekarang. VOC mengatur perkebunan dengan mensyaratkan jarak antarpohon pala sekitar enam meter. Di tiap 50 meter ditanam Pohon kenari. Pohon kenari dapat tumbuh hingga tinggi 40 meter, memberi keteduhan pohon Pala yang memiliki ketinggian tak lebih dari 20 meter.

Pasang surut harga Pala

Dengan kepemilikan lahan seluas 12,5 hektare, Pongky mengakui dalam setahun tak lebih memanen enam ton biji pala. Jatuh 500 kali lipat jika dibandingkan masa kejayaan nenek moyangnya di era VOC. 

Terkait dengan harga pala dalam beberapa waktu terakhir, satu kilogram biji pala di tingkat pengepul seharga Rp120 ribu. Harga fuli lebih tinggi: Rp245 ribu per kilogram.

"Kejayaan Pala pernah saya rasakan saat sebelum reformasi, saat harga satu kilogram Pala bisa mencapai Rp190ribu per kilogram," ujar Pongky.

Pongky tak mau berurusan dengan pengepul yang banyak di Pulau Neira. Hasil kebunnya kerap ia berikan kepada petani lain agar bisa berbagi cuan. Menurutnya, dengan hal seperti itu dia bisa berbagi kebahagiaan.

Warga memilah  fuli (bunga pala) sesuai kualitas dan grade di gudang pengepul pala Banda Neira, Maluku Tengah, Maluku. CNN Indnesia/Safir MakkiWarga memilah fuli (bunga pala) sesuai kualitas dan grade di gudang pengepul pala Banda Neira, Maluku Tengah, Maluku. (CNN Indonesia/Safir Makki).

"Orang tua saya mengajarkan untuk jadi petani Pala, bukan menjadi pebisnis Pala," ujarnya sembari tersenyum.

"Saya enggak tahu siapa yang memainkan harga pala ini. Kalau boleh jujur para petani di sini pun tidak tahu. Kapan harga pala itu naik kapan harga itu turun? semua harga dikendalikan oleh pengepul. Petani di sini percaya-percaya saja," katanya.

Pongky mengisap rokoknya lebih dalam ketika kembali menjawab pertanyaan CNNIndonesia.com mengenai siapa selanjutnya yang akan meneruskan perkebunan Van Den Broeke ini. Ia mengakui usianya tak lagi muda, 66 tahun. 

"Saya memiiki anak, Edo, tapi belum ada kesungguhan dari dia untuk terjun menekuni perkebunan ini," ujar Pongky.

Menurutnya, perkebunan ini harus dilestarikan. Sebagai bagian dari generasi Van Den Broeke, kata dia, keagungan rempah di Banda Besar harus diceritakan sepanjang masa.

Simak video liputan tim CNN Indonesia ke Banda Neira di bawah:

[Gambas:Video CNN]



(ain/ain)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER