Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal mempersiapkan skenario persidangan in absentia bagi pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi yang saat ini masih buron. Kasus Surya ditaksir merugikan negara hingga Rp78 triliun.
Sidang in absentia adalah peradilan tanpa kehadiran terdakwa di persidangan. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan opsi itu akan diambil apabila gagal menghadirkan Surya sebagai tersangka korupsi dan TPPU dalam kasus penyerobotan lahan seluas 37.095 hektare di Riau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Febrie mengatakan opsi sidang in absentia juga berkaitan dengan batasan waktu proses penyidikan yang dilakukan penyidik di Gedung Bundar.
"Nanti kita lihat, kan kita ada batasan waktu juga nih untuk proses penanganan perkara, ada SOP. Kalau nanti kesulitan untuk menghadirkannya, ya nanti kita in absentia," ujarnya kepada wartawan, Selasa (2/8).
Ia menegaskan persidangan in absentia tidak akan menghilangkan upaya Kejagung untuk memulangkan Surya. Malah, kata dia, putusan yang telah berkekuatan hukum akan memperkuat kejaksaan untuk mengekstradisi Surya.
Di sisi lain, persidangan secara in absentia juga dinilai tidak menghalangi Kejagung dalam upaya pemulihan aset. Kasus yang membelit Surya ini mengakibatkan kerugian negara Rp78 triliun. Angka itu terdiri dari kerugian keuangan dan kerugian perekonomian.
"Malah kalau in absentia dia yang rugi. Dia kan tidak bisa melakukan pembelaan secara sempurna, in absentia kan kita sidangkan tanpa dia. Tujuan kita adalah memang nanti akan kita rampas asetnya," jelasnya.
Kejagung telah menetapkan Surya dan mantan Bupati Indragiri Hulu R Thamsir Rachman sebagai tersangka kasus korupsi penyerobotan lahan kelapa sawit seluas 37.095 hektare di Riau.
Menurut Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Surya melakukan kesepakatan dengan Raja untuk mempermudah izin kegiatan usaha lima perusahaannya di bawah grup Duta Palma.
Usaha budidaya perkebunan dan pengolahan kelapa sawit itu terletak di kawasan hutan produksi konversi (HPK), hutan produksi terbatas (HPT), dan hutan penggunaan lainnya (HPL) di Indragiri Hulu. Kelengkapan perizinan dibuat secara melawan hukum dan tanpa didahului dengan izin prinsip maupun analisis dampak lingkungan.
"Yang menimbulkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara berdasarkan hasil perhitungan ahli dengan estimasi kerugian sebesar Rp78 triliun," tukas Jaksa Agung.
(tfq/wis)