Presiden Kelima RI, Megawati Soekarnoputri berpendapat Ratu Kalinyamat layak mendapat gelar pahlawan nasional lantaran kegigihan di masa hidupnya menghadapi kolonial Portugis.
"Saya setuju banget nama beliau dijadikan pahlawan. Ini kembali bukan karena saya subjektif sama perempuan. Enggak loh saya kan pernah tahu sebagai presiden untuk menjadikan seorang pahlawan itu tidak gampang," kata Mega dalam Napak Tilas Ratu Kalinyamat Pahlawan Maritim Nusantara yang digelar TNI AL di geladak KRI Dewaruci, Jakarta, Kamis (11/8).
Ia mengutip kisah Ratu Kalinyamat yang membangun kapal perang dan mengirimkannya untuk menyerang Portugis pada 1551, membantu Sultan Johor di Malaka; Sultan Ternate, Sultan Hitu, dan puncaknya pada 1574 ketika membantu Sultan Aceh di dalam menghadapi Portugis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Coba bayangkan, duh orang penjajah mengakui kok kita sendiri ya ndak. Jadi saya setuju banget," kata dia.
Ia kemudian menyinggung juga sosok laksamana perempuan pemberani dari Bumi Serambi Mekah, Aceh. Laksamana Malahayati, mampu mengalahkan Cornelis de Houtman melalui duel satu lawan satu. Lalu, ketegasan yang tidak tertandingi Ratu Shima di Kerajaan Kalingga di Pantai Utara Jawa.
"Ratu Kalinyamat, Laksamana Malahayati dan Ratu Shima hanyalah sedikit contoh, betapa Nusantara begitu kaya dengan tokoh-tokoh Maritim, dan banyak diantaranya adalah tokoh perempuan," kata Megawati.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono mengatakan buku soal Ratu Kalinyamat menceritakan kisah soal pertahanan maritim bisa menginspirasi prajurit.
"Sehingga saya datangkan KRI Dewaruci untuk bisa memberi support yang lebih besar lagi, supaya nantinya bisa disetujui untuk menjadi pahlawan laut," kata Yudo.
Diketahui, Ratu Kalinyamat adalah salah satu putri dari Raja Demak Trenggana (1521-1546). Ia adalah Ratu dari Kerajaan Kalinyamat di Jepara yang berani dan berhasil membangun kekuatan angkatan laut yang besar dan kuat sekaligus membangun pakta pertahanan dengan Cirebon, Banteng, Palembang, Aceh, Malaka, serta Tidore untuk menyerang Portugis.
Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti "Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani.