KPK Tahan Eks Pejabat Kemenkeu Terkait Korupsi Dana Perimbangan

CNN Indonesia
Jumat, 12 Agu 2022 20:08 WIB
KPK menahan eks pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rifa Surya dan eks Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Agus Budiarto.
KPK tahan eks pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rifa Surya dan eks Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Agus Budiarto.(iStockphoto/AZemdega)
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi untuk 20 hari pertama hingga 31 Agustus 2022.

Kedua tersangka itu ialah eks pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rifa Surya yang terjerat kasus dugaan suap terkait pengurusan dana perimbangan pada APBN-P 2017 dan APBN 2018, serta eks Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Agus Budiarto dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan, pengesahan dan pelaksanaan APBD dan APBD-P Kabupaten Tulungagung.

"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 12 Agustus 2022 sampai 31 Agustus 2022 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih," ujar Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Jumat (12/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suap Dana Perimbangan

Rifa Surya melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Yaya Purnomo yang saat itu menjabat Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu.

Rifa merupakan eks Kepala Seksi Perencanaan DAK Non Fisik Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu. Dengan jabatan itu, Rifa memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi terkait kebutuhan dana untuk jenis DAK bagi daerah dan juga memiliki akses untuk melihat daftar alokasi DAK Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah.

Pada 2017 dan 2018, ada beberapa daerah yang mengajukan proposal untuk mendapatkan anggaran DAK dan Dana Insentif Daerah (DID). Yakni Kabupaten Lampung Tengah, Kota Dumai, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kota Tasikmalaya, dan Kabupaten Tabanan.

Rifa lantas menyampaikan pada Yaya terkait beberapa pengajuan proposal dimaksud. Ia dan Yaya disebut bersepakat dan siap mengawal dengan komitmen fee berupa pemberian sejumlah uang dengan besaran dua hingga 10 persen dari nilai DAK dan DID yang dicairkan.

Karyoto menjelaskan pada 2017 terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107, isinya antara lain menyebut rincian daerah yang mendapatkan dana DAK maupun DID. Termasuk daerah-daerah yang pengajuan proposal anggarannya diduga melalui Rifa dan Yaya.

Selama proses pengawalan anggaran oleh Rifa dan Yaya, terang Karyoto, diduga ada beberapa kali pertemuan di Jakarta yang dihadiri oleh bupati dan wali kota maupun orang kepercayaannya.

"Sedangkan mengenai teknis penyerahan uang yang diterima RS [Rifa Surya] dan Yaya Purnomo diduga melalui beberapa orang kepercayaan dari bupati dan wali kota," tutur Karyoto.

Secara rinci anggaran DAK dan DID yang dikawal oleh Rifa dan Yaya meliputi:

Untuk Kabupaten Lampung Tengah, Rifa bersama Yaya diduga mengawal DAK TA 2018 dan menerima uang sekitar Rp3,1 miliar dari Mustafa selaku Bupati Lampung Tengah.

Untuk Kota Dumai, Rifa bersama Yaya diduga mengawal DAK TA 2017 dan menerima uang sekitar Rp200 juta dan Sin$35 ribu dari Zulkifli AS selaku Wali Kota Dumai.

Untuk Kabupaten Labuhanbatu Utara, Rifa bersama Yaya diduga mengawal DAK TA 2018 dan menerima uang sekitar Rp400 juta dan Sin$290 ribu dari Khairuddin Syah Sitorus selaku Bupati Labuhanbatu Utara.

Untuk Kota Tasikmalaya, Rifa bersama Yaya diduga mengawal DID TA 2018 dan menerima uang sekitar Rp430 juta dari Budi Budiman selaku Wali Kota Tasikmalaya.

Untuk Kabupaten Tabanan, Rifa bersama Yaya diduga mengawal DID TA 2018 dan menerima uang sekitar Rp600 juta dan US$55.300 dari Ni Putu Eka Wiryastuti selaku Bupati Tabanan.

"Saat ini tim penyidik masih terus melakukan pendalaman terkait dugaan adanya penerimaan uang oleh RS dari beberapa pihak terkait pengurusan DAK dan DID lainnya," ucap Karyoto.

Rifa disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Suap Ketok Palu

Perkara bermula saat Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung bersama dengan Agus Budiarto, Adib Makarim, dan Imam Kambali (masing-masing merupakan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung) melakukan rapat pembahasan RAPBD TA 2015.

Dalam pembahasan yang digelar sekitar September 2014 itu terjadi deadlock dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemerintah Kabupaten Tulungagung.

Supriyono bersama ketiga tersangka tersebut kemudian melakukan pertemuan dengan perwakilan TAPD. Mereka diduga berinisiatif untuk meminta sejumlah uang agar proses pengesahan RAPBD TA 2015 menjadi APBD dapat segera disahkan dengan istilah 'uang ketok palu'.

"Adapun nominal permintaan 'uang ketok palu' yang diminta Supriyono, AM [Adib Makarim], AG [Agus Budiarto], dan IK [Imam Kambali] tersebut diduga senilai Rp1 miliar," tutur Karyoto.

Atas permintaan tersebut, perwakilan TAPD menyampaikannya kepada Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung dan disetujui.

"Selain uang ketok palu, diduga ada permintaan tambahan uang lain sebagai jatah banggar [Badan Anggaran] yang nilai nominalnya disesuaikan dengan jabatan dari para anggota DPRD," ucap Karyoto.

Penyerahan uang diduga dilakukan secara tunai dan bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung yang berlangsung dari tahun 2014 sampai tahun 2018.

KPK menduga ada beberapa kegiatan yang diminta oleh IK selaku perwakilan Supriyono, AM, dan AG untuk dilakukan pemberian uang dari Syahri Mulyo. Di antaranya pada saat pengesahan penyusunan APBD murni maupun penyusunan perubahan APBD.

"Para tersangka diduga masing-masing menerima 'uang ketok palu' sejumlah sekitar Rp230 juta," kata Karyoto.

(ryn/isn)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER