Perayaan HUT ke-77 RI di Tengah Keterbatasan Warga Mentawai Sumbar

CNN Indonesia
Rabu, 17 Agu 2022 16:08 WIB
Warga desa di Kabupaten Kepulauan Mentawai merayakan HUT ke-77 RI dan berharap keterbatasan yang masih membelenggu mereka bisa terbuka juga.
Masyarakat dan anak sekolah merayakan hari kemerdekaan RI ke-77 di halaman Sekolah SMP N 1 Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. (CNNIndonesia/Sonya)
Padang, CNN Indonesia --

Perayaan HUT ke-77 RI dari Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, berlangsung dengan meriah, Rabu (17/8).

Mulai dari ibu kota kabupaten di Tuapejat hingga desa-desa yang berada di Kecamatan Sipora Selatan sama-sama ikut merayakan dan membersihkan desa dalam menyambut hari kemerdekaan RI yang ke-77.

Tidak hanya bendera yang tergantung di sana, masyarakat setempat juga membuat pernak-pernik kemerdekaan dengan hiasan bambu dan janur berwarna merah putih--dwiwarna bendera Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu pagar bambu juga serentak diberi cat dengan warna merah dan putih. Kemerdekaan dikobarkan dengan sangat meriah meskipun akses jalan dan listrik belum masuk ke beberapa desa di sana.

Bukan hanya kemeriahan hiasan Merah Putih, gempita perayaan HUT RI pun disemarakkan berbagai jenis lomba. Salah satunya di SMP Negeri 1 Kecamatan Sipora, dari mulai lomba panjat pinang hingga balap makan kerupuk.

"Banyak kegiatannya, mulai dari jalan sehat, panjat pinang dan lomba-lomba lainnya, dan tentu saja upacara detik-detik proklamasi tanggal 17 Agustus," ujar salah seorang warga, Winda, kepada CNNIndonesia.com.

Namun di balik kemeriahan itu, Kepala Desa Betumonga, Maysarli yang berada di Sipora Utara mengatakan minimnya akses jalan membuat masyarakat belum dapat merasakan makna kemerdekaan secara utuh. Ia mencontohkan untuk menuju ibu kota kabupaten, Tuapejat, melewati jalan yang kondisinya memprihatinkan memakan waktu tempuh sekitar 5-6 jam perjalanan darat dari desanya itu.

"Kita mengaku bagian dari Indonesia, dan sudah merdeka dari penjajahan. Namun, masyarakat Mentawai, khususnya Desa Betumonga masih belum merdeka jika dilihat dari akses jalan, telekomunikasi dan listrik," kata dia.

Akses jalan di Betumonga belum diaspal betol, hanya jalan cor yang sudah dipenuhi lumpur di beberapa ruas jalan. Ukuran lebar jalan juga masih dua meter, dan di sana juga terdapat beberapa jembatan dengan kondisi yang memprihatinkan.

"Jembatan itu dibuat seadanya oleh penduduk desa, sehingga ada beberapa jembatan yang kayunya rubuh dan berlubang," kata Maysarli.

Masyarakat dan anak sekolah merayakan hari kemerdekaan RI ke-77 di halaman Sekolah SMP N 1 Sipora Utara dengan lomba memakan kerupuk, panjat pinang, dll. (CNNIndonesia/Sonya)Sejumlah siswa mengikuti lomba balap makan kerupuk dalam rangka merayakan hari HUT ke-77 RI di di halaman Sekolah SMP N 1 Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumbar. (CNNIndonesia/Sonya)

Maysarli mengatakan sudah berupaya beberapa kali mengajukan untuk pembangunan jalan tersebut, namun hingga saat ini masih belum diperbaiki karena beberapa ruas hutan termasuk ke dalam hutan milik negara.

"Padahal kalau akses jalan itu baik, ke Tuapejat dapat ditempuh selama dua jam saja," jelasnya.

Maysarli juga mengatakan, selain akses darat, ke Tuapejat juga dapat diakses dengan perjalanan laut. Namun, tingginya ombak di barat Mentawai, membuat perjalanan tersebut menjadi lebih berisiko dilakukan.

Selain akses jalan, di desanya juga belum terdapat aliran listrik yang cukup dan jaringan telekomunikasi yang memadai. Sehingga oleh alasan itu masyarakat Mentawai belum merasakan maksa kemerdekaan yang sesungguhnya.

"Di sini (Desa Betumonga) tidak ada penerangan sama sekali dan jaringan internet hanya berpusat di pusat desa atau kantor desa saja," katanya.

Padahal, menurutnya ketersediaan listrik dapat mempercepat pertumbuhan UMKM yang selama ini sulit untuk diwujudkan di Betumonga karena masih bergantung kepada listrik yang bersumber dari tenaga genset.

"Listrik dari tenaga genset itu memakan lebih banyak uang bagi masyarkat, sehingga banyak yang mengeluhkan rugi," jelasnya.

Kemudian, keterbatasan jaringan telekomunikasi juga menjadi masalah di desanya, sehingga jika masyarakat ingin berkomunikasi dengan anak dan sanak famil, mereka harus datang ke Kareat dan Dorsa yang berjarak dua jaman dengan jalan kaki.

Oleh Karena itu, Maysarli menegaskan desanya belum merasakan arti kemerdekaan jika dilihat dari sudut pandang ketersediaan akses yang setara.

Buruknya infrastruktur juga dirasakan salah seorang pelajar SMPN 1 Sipora Utara, Emilius. Ia mengaku harus menempuh perjalanan selama dua jam menuju ke sekolahnya dengan berjalan kaki dari desanya, Betumonga.

"Kadang-kadang capek, tapi karena tidak ada sepeda atau motor, jadinya jalan kaki," kata Emilius.

"Saya berharap dikasih sepeda, atau hadiah lomba lainnya di hari kemerdekaan ini," harapnya.

Emilius juga mengungkapkan hari ini dirinya merasa lebih bersemangat dari pada hari biasanya ke sekolah karena banyak perlombaan dan makanan.

"Saya mau dapat hadiah," katanya.

(nya/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER