Wamenkumham: Terlalu Bego Jika Buat RUU Tak Bisa Selesaikan Masalahnya
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menegaskan aturan baru dalam Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak akan menambah masalah kelebihan kapasitas (overcrowding) di lembaga pemasyarakatan (lapas).
Menurut Eddy, Kemenkumham tidak mungkin membuat RUU yang tidak bisa menyelesaikan masalah.
"Terlalu bego kementerian ini kalau dia membuat suatu Rancangan Undang-undang yang tidak bisa menyelesaikan masalahnya," ujar Eddy dalam agenda Kick Off RKUHP di Hotel Ayana, Jakarta Pusat, Selasa (23/8).
Soal kelebihan kapasitas lapas sudah menjadi masalah klasik di Indonesia selama bertahun-tahun. Eddy pun meminta masyarakat agar membaca Buku I KUHP lebih dulu sebelum menyampaikan kritik.
"Saya mengatakan mohon maaf bapak-ibu, jelek-jelek Menteri Hukum dan HAM itu profesornya Kriminolog dari North Carolina State University. Jelek-jeleknya Wamenkumham itu profesor pidana dari Universitas tertua di Indonesia, masa sih kita tidak bisa berpikir terlalu bodoh untuk membuat suatu Rancangan Undang-undang di mana Kementerian Hukum dan HAM sebagai leading sector tapi tidak bisa mengatasi masalah overcrowded. Naif," tuturnya.
Eddy menuturkan dalam RKUHP disebutkan bahwa hakim wajib menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan, seperti kerja sosial atau pengawasan jika ancaman pidana kurang dari lima tahun. Pidana penjara merupakan pilihan akhir, sehingga membantu mengurangi kelebihan kapasitas di lapas.
"Jadi, itu sangat membantu untuk mengurangi overcrowded," katanya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkumham per tanggal 14 Februari 2021, terdapat 252.384 warga binaan pemasyarakatan (WBP). Sementara kapasitas lapas dan rutan hanya untuk 135.704 orang. Kondisi kelebihan kapasitas itu dinilai berpotensi besar menimbulkan kerusuhan.
Eddy menerangkan bahwa membuat hukum pidana dalam masyarakat yang multietnis, multireligi, dan multikultural bukan pekerjaan yang mudah. Ia menuturkan pemerintah tidak mungkin bisa mengakomodasi seluruh permintaan masyarakat yang beragam.
"Kita pasti akan mencari jalan tengah," pungkasnya.
Sementara itu, sebelumnya, sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak DPR dan pemerintah kembali menggelar rapat untuk membahas RKUHP.
Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati, meminta DPR membuka daftar inventarisasi masalah (DIM) baru RKUHP. ICJR menemukan ada 73 pasal bermasalah dalam RKUHP. Sejumlah aturan dalam RKUHP dinilai mengancam kebebasan warga sipil.
(ryn/tsa)