Jejak Konflik PPP hingga Ramai Desak Ketum Suharso Monarfa Mundur
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali menuai keretakan di internal partai yang menyebabkan gelombang desakan mundur Ketua Umum Suharso Monoarfa.
Sejak pertengahan Juni lalu, sejumlah kader di berbagai daerah menggelar demo mendesak Suharso mundur lantaran dinilai gagal memimpin partai Kakbah. Para kader menggeruduk kantor PPP Jawa Timur dan Jakarta Pusat hingga aksi berakhir ricuh.
Merespons rangkaian aksi massa tersebut, DPP PPP berencana mengambil langkah hukum menyikapi massa yang mendesak Suharso Monoarfa mundur dari jabatan ketua umum.
Wakil Ketua Umum PPP Zainut Tauhid mengklaim sebagian besar massa yang menggeruduk kantor partai hingga mendesak Suharso Monoarfa mundur bukanlah kader PPP.
Zainut juga menduga ada pihak yang mendesain secara terstruktur dan sistematis untuk menjatuhkan Suharso Monoarfa serta memecah belah PPP.
Tak selang lama, konflik internal berlanjut ketika Suharso menyentil para kiai dalam Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegritas yang diselenggarakan KPK pada 15 Agustus 2022 lalu. Ia menyebut amplop untuk para kiai merupakan benih dari tindak korupsi.
Hal ini dinilai menyinggung para ulama dan pengasuh pondok pesantren. Buntutnya, ratusan santri dan ulama menggeruduk Kantor DPW PPP Banten buntut ucapan itu.
"Kami menuntut Pak Suharso sebagai Ketua Umum PPP untuk segera diproses, diadili, karena telah mendistorsi muruah pesantren dan kiai," kata koordinator aksi Aliansi Forum Santri Banten, Haris Munandar, di lokasi, Senin (29/08).
Mereka juga berencana melaporkan Suharso Monoarfa ke Polda Banten atas dugaan pelanggaran Undang-undang (UU) ITE karena dianggap telah melukai harkat dan martabat para kiai.
Tak berhenti di situ, tiga pimpinan Majelis Pertimbangan PPP pun mendesak pengunduran diri Suharso.
Desakan itu disampaikan lewat sebuah surat yang ditujukan kepada Suharso yang berisi tanda tangan Ketua Majelis Syariah DPP PPP Mustofa Aqil Siraj, Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP Muhamad Mardiono, serta Ketua Majelis Kehormatan DPP PPP Zarkasih Nur pada Senin (22/8).
Dalam surat itu, disebutkan ada empat pertimbangan yang mendasari permintaan agar Suharso mundur dari jabatan Ketua Umum PPP. Salah satunya, perkembangan suasana yang tidak kondusif dan kegaduhan di internal PPP, terutama di kalangan para kiai dan santri akibat pidato Suharso di KPK.
Selain itu, Suharso juga tersangkut kasus dugaan gratifikasi yang dilaporkan sebagai tindak pidana korupsi kepada KPK.
Ketiga, permintaan agar Suharso mundur juga disampaikan karena terdapat berbagai pemberitaan mengenai persoalan kehidupan rumah tangga pribadi Suharso di berbagai media dan media sosial yang menjadi beban moral dan mengurangi simpati terhadap PPP sebagai partai Islam.
Terakhir, permintaan agar Suharso mundur disampaikan karena mengingat situasi elektabilitas PPP yang tak kunjung mengalami kenaikan sejak dipimpin Suharso.
Merespons hal tersebut, Suharso mengaku tak pernah menerima surat desakan pengunduran dirinya dari majelis pertimbangan PPP itu. Ia pun enggan menanggapi rumor yang beredar terkait keretakan di internal PPP.
Ia pun mengaku permintaan pengunduran dirinya itu tak sesuai dengan mekanisme di internal partai.
"Tak perlu saya respons, saya tidak terima suratnya," ucap Suharso kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (29/8).
Sementara itu, Anggota Majelis Pertimbangan PPP Usman M Tokan mengungkap pihaknya akan mengambil langkah final jika Ketua Umum Suharso Monoarfa tak merespons surat permintaan pengunduran diri yang telah dilayangkan.
Pasalnya, surat itu disebut telah dua kali dikirimkan namun tak kunjung mendapatkan respons Suharso. Menurutnya, hal itu dilakukan untuk menyelamatkan internal partai.
Salah satu bentuk konkret yang mungkin akan diambil adalah pemberhentian langsung Suharso. Meski demikian, ia menekankan saat ini masih dalam tahap pembahasan.
"Masih terus dikaji, kan hanya konsepnya dalam rangka kemaslahatan umat aja kan. Kita melihat ke depan seperti apa dan kita para majelis juga sedang membahas itu, manfaat dan mudaratnya," paparnya.