Jejak Kasus Paniai Berdarah 2014 hingga Disidangkan Hari Ini

CNN Indonesia
Rabu, 21 Sep 2022 13:26 WIB
Jejak kasus Piniai berdarah yang menewaskan sejumlah pemuda pada 2014 telah melewati jalan terjal pencarian keadilan hingga sidang perdana digelar hari ini. PapuaItuKita menggelar aksi penyerahan koin sedekah kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sebagai bentuk dukungan untuk melakukan penyelidikan lanjutan atas perkara Paniai Berdarah pada 8 Desember 2014 lalu.
Jakarta, CNN Indonesia --

Peristiwa Paniai berdarah terjadi pada 8 Desember 2014 lalu. Saat itu, warga sipil sedang melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap sekelompok pemuda di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Paniai.

Empat pelajar tewas di tempat usai ditembak oleh pasukan gabungan militer. Lalu, satu orang lain tewas setelah mendapat perawatan di rumah sakit beberapa bulan kemudian.

Dalam peristiwa itu, 17 orang lainnya luka-luka. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) membeberkan lima orang yang tewas bernama Otianus Gobai (18), Simon Degei (18), Yulian Yeimo (17), Abia Gobay (17) dan Alfius Youw (17).

Pelanggaran HAM Berat

Komnas HAM menyebut kasus itu sebagai pelanggaran HAM berat karena memenuhi unsur penganiayaan dan pembunuhan yang terstruktur dan sistematis.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut telah membentuk tim investigasi terkait kasus ini pada Desember 2014 lalu.

Namun, empat tahun kemudian, tepatnya tahun 2018, keluarga korban kasus 'Paniai Berdarah' kembali menagih janji Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan kasus tersebut.

Salah satu orang tua korban, Obet Gobai mengaku masih menunggu langkah nyata pemerintahan Jokowi menangkap pelaku penembakan dan menuntaskan kasus Paniai Berdarah.

"Saya tidak bicara banyak, saya tunggu pemerintah kapan selesaikan kasus ini. Itu lima orang ditembak, saya tunggu pemerintah pengungkapan pelaku," kata Obet dalam sebuah diskusi di Kantor Amnesty International, kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat, 7 Desember 2018.

Ia mempertanyakan motif penembakan yang menewaskan putranya, Apius Gobai (16). Menurutnya, Apius dan rekan-rekannya merupakan aset bagi masa depan bangsa yang tidak melakukan kesalahan apapun ketika itu.

Sedangkan pendamping Obet, Yones Dou mengatakan pihaknya akan terus mendesak pemerintah untuk memenuhi janji penuntasan kasus Paniai Berdarah.

Menurut Yones, masyarakat Paniai tidak akan pernah melupakan janji Jokowi dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), walaupun insiden Paniai Berdarah telah empat tahun berlalu.

"Kami (masyarakat) Paniai dan keluarga korban merasa walau empat tahun lalu, budaya kami orang Papua. Itu perang bisa muncul kembali. Janji Menko Polhukam dan Jokowi kami tunggu," kata Yones.

Sempat Tak Bisa Dibawa ke Persidangan

Ketua Komnas HAM Taufan Damanik mengungkap jalan terjal peristiwa Paniai Berdarah untuk dapat sampai ke tahap persidangan.

Taufan mengatakan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) pernah menolak untuk menaikkan kasus pelanggaran HAM berat ini ke persidangan.

"Kesimpulan Komnas HAM di periode kami ini, kami selalu tidak sependapat, argumentasi mengatakan bahwa saksi, bukti kurang, kita tidak yakin," kata Ahmad Taufan Damanik kepada wartawan di kawasan Menteng, Senin (30/5).

"Argumentasi Jampidsus yang sebelumnya mengatakan ini tidak bisa dan sebagainya, kan dibantah sendiri, karena bisa ternyata penyidikan dan dalam waktu dekat akan ada penuntutan untuk dilakukan sidang di Makassar," lanjut dia

Kejagung akhirnya menyatakan berkas penyelidikan lengkap atau P-21 pada 6 April 2022 lalu, setelah beberapa kali mengembalikan berkas ke Komnas HAM.

Kejagung sempat mengembalikan berkas tersebut karena dinilai belum memenuhi syarat formil dan materiil pada 19 Maret 2020.

Berkas kasus tersebut kemudian dilengkapi dan dikirim kembali oleh Komnas HAM kepada Kejagung pada 14 April 2020.

Kendati demikian, Kejagung mengembalikan berkas untuk kedua kalinya ke Komnas HAM pada 20 Mei 2020. Alasannya, Komnas HAM tidak melengkapi petunjuk yang diberikan.

Menurut Taufan, penanganan kasus pelanggaran HAM berat butuh kemauan politik dari pemerintah. Oleh sebab itu, pihaknya pun berupaya untuk meyakinkan Presiden Joko Widodo saat itu.

Tak hanya itu, Komnas HAM juga mencoba meyakinkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) dan Jaksa Agung.

"Kemudian ada ketegasan lagi oleh Pak Jokowi yang saya katakan memang karena Komnas HAM berhasil meyakinkan," ujar Taufan.

Diketahui, Kejagung akhirnya menetapkan IS sebagai tersangka dalam kasus Paniai Berdarah. Kasus ini akan segera disidangkan di Makassar.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya.. 

Sidang Perdana Kasus Paniai 21 September 2022

BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :
1 2
Lihat Semua
SAAT INI
BERITA UTAMA
REKOMENDASI
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
LIHAT SELENGKAPNYA

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

TERPOPULER