PKS Sentil Proyek Drone Elang Hitam Dihentikan, BRIN Buka Suara

CNN Indonesia
Jumat, 23 Sep 2022 17:34 WIB
Ilustrasi drone. (U.S. Air Force photo)
Jakarta, CNN Indonesia --

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto meminta penjelasan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terkait penghentian proyek pesawat udara nirawak (PUNA) atau drone Elang Hitam.

Ia mempertanyakan dengan langkah pengalihan proyek drone Elang Hitam dari awal untuk penggunaan militer jadi tujuan sipil.

"Saya sendiri meminta penjelasan rasional atas pengalihan proyek tersebut," kata Mulyanto lewat pesan singkat, Jumat (23/9).

Selain itu, ia juga mendesak, agar riset pertahanan dan keamanan (hankam) harus terus dikembangkan dan tidak boleh dihentikan.

Menurutnya, kontribusi Kementerian Pertahanan (Kemhan) pendanaan riset terkait hankam harus terus diupayakan.

Mulyanto bilang, pengalihan proyek drone Elang Hitam dari untuk penggunaan militer jadi tujuan sipil sebenarnya tidak mempengaruhi soal anggaran.

Meski ada beberapa hambatan, menurutnya, program riset hankam semestinya tidak bisa dihentikan begitu saja.

"Hanya saja perubahan dari tujuan militer ke sipil ini, dirasakan cukup mengejutkan pihak Kemhan," tutur Mulyanto.

BRIN Buka Suara soal Drone Elang Hitam

Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORPA) BRIN Robertus Heru Triharjanto menjelaskan bahwa drone Elang Hitam mengacu pada proyek pesawat tanpa awak buatan dalam negeri yang spesifikasinya akan seperti pesawat tanpa awak CH4 milik TNI-AU yang dibeli dari China.

Dia berkata, proyek Elang Hitam dikepalai oleh BPPT dengan dana dari Kemenristek sejak 2018. Project tersebut rencananya dibagi dalam empat tahap, di mana tahap pertama adalah uji terbang perdana pada 2020.

Namun, Heru bilang, pelaksanaan tahap pertama itu belum bisa dilaksanakan hingga sekarang, salah satunya akibat pandemi Covid-19.

Hingga 2021, menurutnya, pendanaan Kemenristek yang sudah terserap sekitar US$12 juta dari total perkiraan kebutuhan proyek hingga selesai sekitar Rp1,5 triliun.

"Perkiraan, karena dalam pengembangan produk dirgantara, kebutuhan dana bisa naik, karena ada uji yang gagal dan harus diulang, dan sebagainya. Sesuai arahan BRIN, tahapan project direvisi menjadi terlebih dahulu pesawat tanpa awak untuk tujuan sipil, sesuai dengan ketersediaan sumberdaya manusia dan fasilitas yang ada," katanya.

Dia menambahkan, ORPA BRIN sebagai unit teknis bersama dengan organisasi riset terkait elektronika, manufaktur, hingga material akan mengembangkan teknologi kunci yang diperlukan untuk produk tersebut. Antara lain, sistem kendali pesawat secara otonom atau autopilot, hingga material komposit.

(mts/dal)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK