Temuan ketujuh menyoroti minimnya pertolongan segera dari aparat kepolisian terhadap korban.
"Setelah mengalami rentetan peristiwa kekerasan, para suporter yang keluar dengan kondisi berdesak-desakan, minim mengalami pertolongan dengan segera dari pihak aparat kepolisian, para korban dengan caranya sendiri berusaha untuk keluar," terang Andi.
Temuan kedelapan mengungkap peristiwa kekerasan tidak hanya terjadi di dalam stadion, melainkan juga terjadi di luar stadion. Disebutkan bahwa aparat kepolisian juga menembakkan gas air mata kepada para suporter yang berada di luar stadion.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Diduga kuat kondisi pasca penembakan gas air mata di tribun adalah momen dimana banyak penonton yang merenggang nyawa. Di saat itu pula tidak didapat kondisi medik yang optimal untuk merespon kondisi kritis penonton yang terpapar asap gas air mata," jelas dia.
Temuan kesembilan berkaitan tindakan intimidasi dari pihak tertentu pascaperistiwa. Intimidasi, jelas Andi, dilakukan melalui sarana komunikasi maupun secara langsung.
"Kami menduga hal ini dilakukan agar menimbulkan suatu ketakutan kepada para saksi dan korban agar tidak memberikan suatu kesaksian," kata Andi.
Temuan kesepuluh menyinggung tidak adanya informasi detail dari pihak pemerintah terkait peristiwa tersebut.
"Berkaitan dengan data korban jiwa dan luka yang dapat diakses oleh publik, termasuk informasi perkembangan penanganan kasus yang saat ini ditangani oleh pihak kepolisian," terang dia.
Temuan kesebelas menyoroti hasil kerja Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk pemerintah guna mengusut kasus ini.
Andi juga menyebut pihaknya telah menjalin komunikasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), lalu menyampaikan sejumlah laporan.
"Tetapi kami belum melihat kerja riil dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta untuk menemui sejumlah saksi dan korban," kata Andi.
Temuan kedua belas terkait narasi temuan minuman alkohol dan penggunaan terminologi 'kerusuhan' merupakan penyampaian informasi yang menyesatkan.
"Dalam peristiwa ini dipandang keliru apabila menggunakan terminologi kerusuhan, yang terjadi justru ialah serangan atau pembunuhan secara sistematis terhadap para warga sipil," jelas dia.
Lalu, Andi menyebut informasi terkait adanya minuman alkohol dapat menyesatkan fokus penerangan kasus ini.
Sebab, pihaknya menilai tidak mungkin ada minuman alkohol di dalam stadion. Karena panitia pelaksana (Panpel) dan aparat kepolisian melakukan pemeriksaan sangat ketat ketika penonton masuk ke dalam stadion.
Berdasarkan sejumlah temuan tersebut, pihaknya menilai telah terjadi tindak kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan secara sengaja dan sistematis oleh aparat keamanan.
Lebih lanjut, Andi menyebut pihaknya menduga ada pihak lain berposisi lebih tinggi yang mestinya turut bertanggung jawab atas peristiwa ini.
"Dengan tidak hanya melibatkan aktor lapangan yang saat ini telah ditetapkan tersangka oleh aparat kepolisian saja. Tetapi ada aktor lain, dengan posisi lebih tinggi yang seharusnya ikut bertanggung jawab, dan perlu diproses hukum lebih lanjut," kata Andi.
(pop/fea)