Gubernur Papua Lukas Enembe disebut telah dikukuhkan sebagai Kepala Suku Besar Papua oleh Dewan Adat Papua pada Sabtu (8/10).
Atas hal itu masyarakat Papua ingin perkara hukum yang menyeret Lukas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diselesaikan secara hukum adat Papua.
"Masyarakat Papua mau selesaikan secara hukum adat Papua. Karena Pak Lukas Kepala Suku Besar, telah disahkan pada 8 Oktober kemarin oleh Dewan Adat Papua, terdiri dari tujuh suku," ujar pengacara Lukas, Aloysius Renwarin, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aloysius menyampaikan keluarga dan masyarakat Papua sudah sepakat bahwa pemeriksaan Lukas oleh KPK mesti dilakukan di Jayapura.
Pemeriksaan juga diminta dilakukan secara terbuka di lapangan dengan disaksikan masyarakat Papua.
Sementara itu, KPK menjelaskan bahwa kasus dugaan korupsi, termasuk yang menjerat Lukas tak dapat diselesaikan lewat hukum adat. KPK pun menegaskan korupsi merupakan kejahatan luar biasa.
"Sejauh ini betul bahwa eksistensi seluruh hukum adat di Indonesia diakui keberadaannya. Namun, untuk kejahatan terlebih korupsi, maka baik hukum acara formil maupun materiil tentu mempergunakan hukum positif yang berlaku secara nasional," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Selasa (11/10).
"Perihal apabila hukum adat kemudian juga akan memberikan sanksi moral atau adat kepada pelaku tindak kejahatan, hal tersebut tentu tidak berpengaruh pada proses penegakan hukum positif sesuai UU yang berlaku," imbuh dia.
Ali menyayangkan sikap tim penasihat hukum Lukas. Sebab, menurutnya, kuasa hukum Lukas tidak memberikan nasihat-nasihat secara profesional kepada kliennya.
Ali yakin tokoh masyarakat Papua teguh menjaga nilai-nilai luhur adat, termasuk nilai kejujuran dan antikorupsi. Karena itu, semestinya mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi di Papua.
"Kami khawatir statement yang kontraproduktif tersebut justru dapat mencederai nilai-nilai luhur masyarakat Papua itu sendiri," tuturnya.
KPK telah menetapkan Lukas sebagai tersangka suap dan gratifikasi. Namun, ia sudah dua kali absen dari dua panggilan, baik sebagai saksi maupun tersangka. Lukas berdalih masih menderita sakit.
Selain itu, Lukas telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan terhitung sejak 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023.
(pop/tsa)