ICW Desak Jokowi Tentang Tindakan DPR Copot Hakim MK Aswanto
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menentang keras tindakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mencopot hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto.
Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, presiden menjadi satu-satunya cabang kekuasaan di Indonesia yang hingga kini belum menyatakan sikap terkait polemik tersebut.
"Mestinya Pak Jokowi dapat menegaskan sikapnya tidak melanggengkan praktik ugal-ugalan, melanggar hukum, melanggar konstitusi, sebagaimana yang dilakukan DPR hari ini," kata Kurnia dalam diskusi publik pemecatan sewenang-wenang hakim konstitusi Aswanto, Rabu (12/10).
Kurnia menyebut masyarakat kini sangat membutuhkan sikap tegas dari Jokowi untuk menyatakan bahwa tindakan DPR mencopot hakim konstitusi di tengah masa jabatannya tak dibenarkan.
"Jadi bukan seperti sikap-sikap presiden sebelumnya yang kerap kali tidak jelas, menggantung, kerap berada di wilayah abu-abu yang berujung pada situasi yang sangat mengkhawatirkan bagi masa depan kekuasaan kehakiman seperti Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
Kurnia berharap Jokowi tak terlibat dalam sengkarut permasalahan hukum yang kini tengah terjadi. Menurutnya, jika membenarkan tindakan DPR itu, Jokowi turut melanggar hukum dan konstitusi.
"Kalau presiden ternyata membenarkan langkah DPR dan ikut dalam proses bermasalah ini maka presiden juga dianggap sebagai cabang kekuasaan yang tidak memahami hukum, melanggar hukum dan juga melanggar konstitusi," katanya.
Sebelumnya pimpinan Mahkamah Konstitusi (MK) mengirimkan surat kepada eksekutif yaitu Presiden Jokowi untuk mengonfirmasi kedudukan tiga hakim konstitusi yaitu Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Daniel Yusmic Pancastaki. Namun, belum ada jawaban hingga saat ini.
DPR tidak memperpanjang masa jabatan Aswanto sebagai hakim konstitusi yang berasal dari usulan DPR. Sebagai penggantinya, anggota dewan menunjuk Guntur Hamzah.
Sejumlah pihak merespons tindakan DPR tersebut. Sembilan orang mantan hakim konstitusi yang dipimpin oleh mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mendatangi Gedung MK untuk memprotes pencopotan Aswanto pada Sabtu (1/10).
Jimly mengatakan pemberhentian hakim dilakukan hanya karena alasan-alasan tertentu, seperti meninggal dunia, habis masa jabatan, melanggar hukum, atau melanggar kode etik. Ia menegaskan DPR tak punya wewenang memberhentikan hakim konstitusi.
"Menurut ketentuan Undang-undang MK Pasal 23 ayat (4), pemberhentian hakim itu suratnya bukan dari lembaga yang bersangkutan, tapi dari MK. Jadi, kalau tidak ada surat dari MK, enggak bisa diberhentikan," kata Jimly.
(fra)