Golkar, Anak Kandung Orba, dan Tabiat Berkuasa

CNN Indonesia
Kamis, 20 Okt 2022 08:08 WIB
Partai Golkar genap berusia 58 tahun pada hari ini, Kamis (20/10). Golkar dikenal sebagai partai penguasa sejak Orde Baru hingga pasca-reformasi.
Golkar perkasa sepanjang Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Namun, Golkar terseok setelah kekuasan Orde Baru runtuh. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Kekuasaan Soeharto selama 32 tahun runtuh. Presiden kedua itu mundur setelah mendapat desakan luas dari berbagai kelompok masyarakat sipil hingga mahasiswa pada 21 Mei 1998.

Golkar sebagai penyokong utama Orde Baru pun kena imbas. Bahkan sejumlah kalangan menuntut Golkar dibubarkan ketika itu.

Akbar Tanjung terpilih menjadi Ketua Umum Golkar pada masa kelam itu. Ia membawa Golkar berubah wujud menjadi Partai Golkar dengan mengusung citra baru.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Partai Golkar bisa berpartisipasi pada Pemilu 1999. Namun, perolehan suara Golkar turun drastis pada pemilu pertama di era Reformasi.

Suara Golkar disalip oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Golkar berada di posisi kedua dengan 22,43 persen suara.

Perlahan tapi pasti. Golkar kembali keluar sebagai pemenang pada Pemilu 2004 dengan memperoleh 21,57 persen suara.

Namun setelah itu, perolehan suara Golkar kembali anjlok dan terus menurun. Pada Pemilu 2009, Golkar hanya meraih 14,45 persen suara. Kemudian pada Pemilu 2014 mendapat 14,75 persen suara.

Terakhir pada Pemilu 2019, partai beringin itu hanya memperoleh 12,31 persen suara.

Tabiat Berkuasa

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin menyatakan Golkar merupakan parpol dengan karakter kekuasaan. Menurutnya, setiap parpol pasti bertujuan untuk meraih kekuasaan.

"DNA [karakter] Golkar itu kekuasaan. itu tidak salah karena parpol dibuat untuk meraih kekuasaan. Golkar demokratis dan terbuka," kata Ujang.

Hal ini bisa dilihat ketika Golkar tetap menjadi koalisi pemerintahan meskipun capres dan cawapres yang diusungnya kalah. Golkar tak pernah menjadi oposisi pemerintah sejak 2004 lalu.

Saat itu Golkar mengusung Wiranto dan Sholahuddin Wahid. Namun, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) yang menang di Pemilu 2004. Meskipun demikian Golkar tetap masuk koalisi pemerintah setelah JK terpilih menjadi Ketum Golkar.

Kondisi ini berlanjut usai Pemilu 2009, 2014, hingga 2019.

Ujang menilai Golkar harus melakukan evaluasi diri jelang Pemilu 2024. Ia menyebut perolehan suara Golkar dalam beberapa pemilu terakhir terus menurun.

Menurutnya, keberhasilan Golkar di Pemilu 2024 sangat bergantung pada langkah yang diputuskan dalam pengusungan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Tergantung ada atau tidak capres atau cawapres internal Golkar, karena akan ada efek ekor jas bagi Golkar," ujarnya.

Ujang berpendapat keputusan mengusung kader nonparpol atau kader parpol lain akan membuat perolehan suara Golkar mandek bahkan turun di Pemilu 2024 nanti.

"Kalau capres atau cawapres dari luar Golkar kelihatan akan sama perolehannya seperti di 2014 dan 2019, dan akan berjuang lebih mati-matian," katanya.

(mts/fra)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER