Alasan Epidemiolog Usulkan Status KLB terhadap Gagal Ginjal Akut
Epidemiolog Dicky Budiman mengusulkan status kejadian luar biasa (KLB) terhadap kasus gagal ginjal akut progresif atipikal. Apa saja alasannya?
Dicky mengatakan syarat KLB sudah terpenuhi jika merujuk pada pasal 6 Permenkes Nomor 1501 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
"Pasal 6 butir b ke belakang memenuhi semua. Sebanyak 6 dari 8 poin terpenuhi," kata Dicky dalam program Polemik MNC Trijaya, Sabtu (22/10).
Poin-poin yang dimaksud Dicky antara lain, peningkatan angka kejadian selama tiga kurun waktu (jam, hari atau minggu) berturut-turut dan angka kematian dalam satu kurun waktu menunjukkan kenaikan 50 persen.
Ia berkaca pada kasus di Gambia yang diberi status outbreak atau KLB dengan angka kematian sekitar 50 persen.
Sebelumnya, Panama pernah mengalami kasus serupa dengan angka kematian 50 persen dan pada 1990-an, Haiti mencatat angka kematian hampir 80 persen.
Status KLB ini, lanjut dia, akan membantu mempercepat penanganan apalagi kasus sudah tersebar di 22 provinsi dengan kondisi layanan kesehatan tidak merata. Penanganan pasien di Jakarta tentu tidak bisa disamakan di Baubau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
"(Pemberian status KLB) ini agak terlambat, tapi setidaknya, ini bisa membantu manajemen situasi. Dalam status KLB ada prosedur yang bisa jadi pedoman, antara lain ada satgas, investigasi apalagi ini (gagal ginjal akut) belum tentu karena obat, bisa jadi infeksi. Agar data itu kuat, perlu ada penguatan dengan status KLB," jelasnya.
Senada dengan Dicky, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra status KLB diperlukan untuk kasus gagal ginjal akut.
"Kejadian ini tidak sama dengan penyakit menular langsung. Ini kasus jarang sekali terjadi, ada potential error karena rantai farmasi atau kecolongan pada konsumsi, atau interaksi dalam tubuh individu," kata dia dalam kesempatan serupa.
Sementara itu, kasus gagal ginjal akut sudah mencapai 241 kasus per 21 Oktober 2022. Kasus yang tersebar di 22 provinsi ini telah menorehkan angka kematian sebanyak 133 kasus atau 55 persen dari total kasus.
Meski belum ditetapkan resmi sebagai KLB, anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher melihat kasus gagal ginjal akut yang ramai belakangan ini adalah KLB.
Kasus gagal ginjal akut apalagi ditambah ada kasus kematian tidak bisa lagi dipandang remeh. Beberapa waktu lalu, ia mendesak pemerintah untuk menggencarkan edukasi, menginformasikan penyebab menyusul kegaduhan informasi mengenai larangan obat sirop.
"Kemarin sore saya mengusulkan mempertimbangkan status KLB dengan membentuk tim independen pencari fakta. Kedengarannya ngeri tapi harus dicari apa betul karena obat atau hal lain. Riset ke daerah juga bukan hanya dari data sekunder," imbuhnya.
(els/dzu)