Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan hingga Minggu (23/10), jumlah pasien dengan gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia mencapai 245 orang. Mayoritas pasien merupakan usia anak dengan pasien paling banyak bayi di bawah lima tahun (balita).
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengatakan dari ratusan kasus yang diidentifikasi, 141 di antaranya dinyatakan meninggal dunia. Dengan demikian, fatality rate atau tingkat kematian kasus ini mencapai 57,5 persen.
"Data per 23 Oktober, 245 kasus. 141 pasien di antaranya meninggal dunia," ujar Syahril saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (24/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syahril mengatakan data yang diterima Kemenkes merupakan kolektif atau total kumulatif data pasien yang dilaporkan dari 26 provinsi Indonesia. Syahril belum membeberkan rincian data dan sebaran kasus terbaru.
Namun berdasarkan sebaran data sebelumnya, DKI Jakarta menjadi provinsi tertinggi dengan temuan kasus dan kematian penyakit gangguan ginjal akut progresif atipikal dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia.
Kemenkes sebelumnya juga telah meminta agar masyarakat terutama orang tua segera membawa anak mereka ke fasilitas kesehatan (faskes) terdekat apabila mengalami gejala gangguan ginjal akut progresif atipikal. Salah satu gejala yang paling terlihat adalah penurunan volume buang air kecil (BAK).
Kewaspadaan terutama dilakukan apabila menemukan anak berusia kurang dari 18 tahun dengan gejala oliguria (air kencing sedikit) maupun anuria (tidak ada air kencing sama sekali).
Kewaspadaan para orang tua menurutnya juga perlu dilakukan dengan cara terus memantau jumlah dan warna urin yang pekat atau kecoklatan pada anak. Apabila urine berkurang atau berjumlah kurang dari 0,5ml/kgBB/jam dalam 6-12 jam atau tidak ada urine selama 6-8 jam, maka pasien harus segera dirujuk ke rumah sakit.
Selanjutnya, pihak rumah sakit diminta melakukan pemeriksaan fungsi ginjal yakni ureum dan kreatinin. Apabila hasil fungsi ginjal menunjukkan adanya peningkatan, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi dan komplikasi.
(khr/tsa)