Jumlah kasus gagal ginjal akut di Indonesia hingga hari ini terus meningkat. Per hari ini Senin (24/10), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan kasus gagal ginjal akut telah mencapai 245 kasus.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan kasus gagal ginjal akut mulai terlacak di Indonesia usai Kemenkes melakukan tes urine pada 10 anak yang mengalami masalah ginjal.
Pemeriksaan itu dilakukan usai Kemenkes menerima laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa Negara Gambia mengalami kasus serupa akibat dari zat kimia dalam obat-obatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi mengatakan dari 10 urine anak yang diperiksa, 7 di antaranya ditemukan mengandung zat kimia berbahaya, yakni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
"Kita tes ke 10 anak, 7 ternyata darahnya atau urinenya mengandung zat kimia ini. Jadi positif memang 70 persen orang yang kena itu disebabkan oleh adanya zat kimia ini di tubuhnya," kata Budi dalam jumpa pers, Senin (24/10).
Usai melakukan tes pertama, Budi berujar Kemenkes pun kembali melakukan tes kedua yakni biopsi pada pasien meninggal dunia. Dari hasil pemeriksaan kedua ditemukan bahwa 100 persen pasien terbukti mengalami kerusakan ginjal akibat EG dan DEG.
Lebih jauh, Kemenkes kembali melanjutkan tes ketiga yaitu observasi dengan mendatangi rumah para pasien untuk mengambil obat-obatan yang pernah dikonsumsi untuk kemudian dilakukan pengecekan di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri.
Hasil dari pemeriksaan itu pun, ujar Budi, ditemukan bahwa sebagian besar obat yang dikonsumsi pasien mengandung senyawa kimia berbahaya tersebut.
"Jadi berdasarkan rilis dari WHO, adanya zat kimia di pasien, bukti biopsi yg menunjukkan kerusakan ginjalnya karena zat kimia ini, dan keempat adanya zat kimia ini di obat-obatan yang ada di rumah pasien, kita menyimpulkan bahwa benar penyebabnya adalah obat-obat kimia yang merupakan cemaran atau impurities dari pelarut ini," ucap Budi.
Oleh sebab itu, Budi mengatakan Kemenkes mengambil langkah konservatif dengan melarang penggunaan seribu lebih obat-obatan yang mengandung pelarut.
Ia menyebut obat-obatan yang dilarang itu akan dilakukan tes oleh BPOM untuk selanjutnya diseleksi mana yang mengandung pelarut dan mana yang tidak.
"Rencananya nanti sore ini kita keluarkan surat untuk rilis jadi ada 133 atau 150-an obat-obatan yang memang pelarutnya tidak mengandung obat kimia berbahaya," ucapnya.