Kuasa Hukum: Terdakwa Klitih Jogja Ditodong Pistol di Mulut

CNN Indonesia
Kamis, 27 Okt 2022 18:58 WIB
Kuasa hukum terdakwa klitih di Yogyakarta menyebut kliennya ditodong pistol di mulut dan perut saat diperiksa penyidik Polda DIY.
Ilustrasi. (Foto: iStock/yacobchuk)
Jakarta, CNN Indonesia --

Zahru Arqom, penasihat hukum dua terdakwa kasus kekerasan di jalan atau klitih di Gedongkuning, Kotagede, Kota Yogyakarta menyebut kliennya sempat diintimidasi saat dimintai keterangan oleh penyidik Polda DIY.

Dua terdakwa yang dimaksud adalah Hanif dan Musyaffa Affandi. Zahru menyebut kedua terdakwa itu sempat ditodong pistol di mulut dan perut.

Selain kepada Zahru, keterangan itu juga disampaikan kedua terdakwa dalam persidangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada beberapa catatan lagi, terdakwa ini juga ditempel atau ditodong pistol, ada di perut ada di mulut. Itu jadi catatan juga untuk terdakwa," kata Zahru dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/10).

Untuk terdakwa Affandi, menurut Zahru kliennya itu tidak hanya ditodong pistol melainkan juga diinjak. Jempol Affandi saat dimintai keterangan sempat diinjak dengan kursi.

"Sehingga pada saat press rilis oleh Polda DIY dia masih pincang dan sebagainya. Ketika menghadap belakang, tengkuk itu kalau kita zoom dan disampaikan di persidangan itu masih lebam-lebam," ujarnya.

Zahru juga menyebut sejak awal para terdakwa dimintai keterangan dan digeledah tidak sesuai prosedur. Padahal, saat itu, para terdakwa dimintai keterangan dalam kapasitas sebagai saksi.

"Para terdakwa dan teman-temannya saat dijadikan sebagai saksi, itu ditangkap, artinya bahwa proses penangkapan, penggeledahan maupun penyitaan beberapa barang itu tanpa melalui prosedur sebagaimana KUHAP dan Perkap," jelas dia.

"Itu jadi catatan juga tanpa dokumen, tanpa apapun dan sebagainya, tanpa kehadiran aparat setempat, main bungkam main geledah saja," imbuhnya.

Selain mendapat kekerasan psikis, para terdakwa juga tidak diperlakukan layak. Zuhri berkata baik Hanif dan Affandi kelelahan lantaran tidak diberi istirahat.

"Para terdakwa ditangkap di malam hari, ada yang jam 9, jam 12, nah mereka itu tidak boleh beristirahat, artinya tidak boleh tidur, melakukan sesuatu dan sebagainya, tidak boleh memakai baju itu kan secara psikis kecapean dan sebagainya," jelas dia.

"Artinya, membuat keterangan yang cocok dengan kemauan atau yang ingin dicatat oleh penyidik dan penyelidik, mereka akan mendapat tekanan terus seperti itu," imbuhnya.

Diklarifikasi terpisah, Kabid Humas Polda DIY Kombes Yulianto meyakini penyidik bekerja sesuai prosedur terkait kasus ini. 

"Keterangan tersangka itu dalam pemeriksaan polisi berada dalam posisi yang paling akhir atau bisa dikatakan tidak ada artinya, sehingga penyidik tidak perlu melakukan intimidasi kepada tersangka saat proses BAP. Jadi saya meyakini kalau penyidik sudah bekerja dengan profesional," kata Yulianto kepada CNNIndonesia.com.

Total ada lima terdakwa dalam kasus ini, yaitu Ryan (19), Fernandito Aldrian Saputra (18), M Musyaffa Affandi (21), Hanif Aqil Amrulloh, dan Andi Muhammad Husein Mazhahiri. Semuanya berstatus pelajar.

Sebelumnya, Arsiko Daniwidho Aldebaran selaku kuasa hukum Ryan meyakini kliennya korban salah tangkap.

Kasus klitih ini telah menyebabkan DAA (17) tewas di Gedongkuning, Kotagede. Namun Arsiko menyebut barang bukti senjata tajam berupa gir yang ditemukan polisi bukan milik Ryan.

"Kemungkinan besar salah tangkap, error in persona. Terkait peristiwanya (Gedongkuning) benar atau tidak, saya enggak ngerti. Tapi berkaitan dengan terdakwa Ryan, kami meyakini bukan Ryan pelakunya," ujar Arsiko usai persidangan di PN Yogyakarta.

(kum/yla/wis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER