KPK Tahan Frank Wijaya Terkait Dugaan Suap HGU Sawit

CNN Indonesia
Kamis, 27 Okt 2022 19:40 WIB
Ketua KPK mengatakan Frank Wijaya ditahan 20 hari pertama terhitung 27 Oktober - 15 November 2022 terkait pengusutan kasus suap HGU.
Markas KPK di Kuningan, Jakarta Selatan. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan pemegang saham PT Adimulia Agrolestari (AA) Frank Wijaya selama 20 hari dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU).

Frank Wijaya ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada hari ini, Kamis (27/10).

"Untuk kepentingan penyidikan maka tim penyidik melakukan penahanan pada tersangka FW [Frank Wijaya] untuk 20 hari pertama terhitung dari tanggal 27 Oktober 2022 sampai 15 November 2022 di Rutan Polres Jakarta Selatan," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di markas lembaga antirasuah itu, Jakarta, Kamis (27/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai informasi, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Selain Frank Wijaya, ada Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Riau 2019-2022 M Syahrir, dan General Manager PT AA Sudarso.

Sudarso saat ini tengah menjalani penahanan dalam kasus lain. Sedangkan M Syahrir belum ditahan karena tidak memenuhi panggilan pemeriksaan hari ini.

"KPK memerintahkan kepada saudara MS [M. Syahrir] untuk memenuhi panggilan tim penyidik dan tim penyidik akan melakukan penjadwalan pemanggilan dan mengimbau agar yang bersangkutan kooperatif hadir," ucap Firli.

Konstruksi Kasus

Sebagai informasi, Frank Wijaya selaku pemegang saham PT AA diduga memerintahkan dan menugaskan Sudarso untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU lahan kebun sawit PT AA yang akan berakhir masa berlakunya di tahun 2024.

Dalam prosesnya, Sudarso selalu diminta untuk aktif menyampaikan setiap perkembangan pada Frank Wijaya.

Sudarso selanjutnya menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan M Syahrir untuk membahas antara lain terkait perpanjangan HGU PT AA.

Sekitar Agustus 2021, Sudarso menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang salah satunya ditujukan juga ke Kanwil BPN Provinsi Riau.

"SDR [Sudarso] kemudian menemui MS [M. Syahrir] di rumah dinas jabatannya dan dalam pertemuan tersebut kemudian diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar singapura dengan pembagian 40 persen sampai 60 persen sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA," ucap Firli.

Sudarso lalu melaporkan permintaan tersebut kepada Frank Wijaya. Sudarso, terang Firli, mengajukan permintaan uang Sin$120.000 (setara dengan Rp1,2 miliar) ke kas PT AA dan disetujui oleh Frank Wijaya.

Sekitar September 2021, penyerahan uang Sin$120.000 dilakukan di rumah dinas M. Syahrir. Kata Firli, M. Syahrir memberi syarat agar Sudarso tidak membawa alat komunikasi apa pun.

Setelah menerima uang tersebut, M. Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan dimaksud bisa
ditindaklanjuti dengan surat rekomendasi dari Bupati Kuansing Andi Putra yang menyatakan tidak keberatan kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar, Riau.

"Atas rekomendasi MS tersebut, FW [Frank Wijaya] kemudian memerintahkan dan kembali menugaskan SDR [Sudarso] untuk mengajukan surat permohonan ke Andi Putra dan meminta supaya kebun PT AA di Kampar dapat disetujui menjadi kebun kemitraan," tutur Firli.

Sudarso dan Andi Putra lantas melakukan pertemuan.

"Andi Putra menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kabupaten Kuantan Singingi dibutuhkan minimal uang Rp2 miliar," kata Firli.

KPK menduga telah terjadi kesepakatan antara Andi Putra dengan Sudarso. Sebagai tanda kesepakatan, sekitar bulan September 2021, diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh Sudarso kepada Andi Putra uang sebesar Rp500 juta.

Berikutnya pada 18 Oktober 2021, Sudarso diduga kembali menyerahkan kesanggupannya tersebut kepada Andi Putra dengan menyerahkan uang sekitar Rp200 juta.

Atas perbuatannya, Frank Wijaya dan Sudarso selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara M Syahrir sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor.

(ryn/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER