Johanis Tanak Bicara Restorative Justice Kasus Korupsi Usai Dilantik

CNN Indonesia
Jumat, 28 Okt 2022 12:15 WIB
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri (kiri) memberikan ucapan selamat kepada Johanis Tanak yang baru dilantik sebagai Wakil Ketua KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (28/10/2022). (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)
Jakarta, CNN Indonesia --

Johanis Tanak bicara soal restorative justice pada kasus korupsi setelah resmi dilantik sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Johanis mengatakan hal itu sebatas gagasannya pada uji kepatutan dan kelayakan di DPR RI. Menurutnya, pelaksanaan gagasan itu masih harus melihat aturan perundang-undangan yang berlaku.

"Itu kan cuma opini, bukan aturan, tetapi pandangan sebagai akademisi tentunya bisa saja, tetapi bagaimana realisasinya tentunya nanti lihat aturan," kata Johanis di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (28/10).

Dia berkata akan menjalankan tugas seusai amanat peraturan perundang-undangan. Johanis menyatakan komitmennya terhadap hal tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Ketua KPK Firli Bahuri mengembalikan semuanya kepada undang-undang. Ia juga menyinggung tentang tiga tujuan penegakan hukum, yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.

"Kalaupun ada hal-hal lain pendapat, itu bisa-bisa saja dibahas, tetapi tetap saja kita berpedoman kepada asas bahwa tidak ada sesuatu yang bisa kita laksanakan, kecuali karena ketentuan prosedur mekanisme dan syarat yang diatur peraturan undang-undang," ujar Firli.

Sebelumnya, Johanis Tanak mengusulkan restorative justice dalam kasus korupsi. Hal itu ia sampaikan pada saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR.

Restorative justice merupakan proses penyelesaian kasus hukum pidana lewat cara alternatif, yaitu dengan dialog dan mediasi. Mahkamah Agung (MA) menyatakan konsep restorative justice hanya bisa diterapkan dalam kasus-kasus tindak pidana ringan dengan hukuman pidana penjara paling lama tiga bulan dan denda Rp2,5 juta.

Johanis berpendapat restorative justice bisa diterapkan dalam tindak pidana korupsi. Menurutnya, hal itu sesuai dengan aturan di UU Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Di mana, apabila BPK menemukan suatu kerugian keuangan negara, maka BPK akan memberikan kesempatan selama 60 hari kepada yang diduga melakukan kerugian keuangan negara untuk mengembalikan kerugian negara," ucap Johanis pada Rabu (28/9).

(dhf/isn)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK