ANALISIS

Firli Datangi Lukas Enembe, Antara Penegakan Hukum dan Langgar UU KPK

CNN Indonesia
Jumat, 04 Nov 2022 08:07 WIB
Sejumlah pakar menilai aksi Firli Bahuri yang rela terbang ke Papua ikut pemeriksaan tersangka korupsi Lukas Enembe jelas melanggar UU KPK, terutama pasal 36.
Firli Bahuri temui tersangka KPK yang juga Gubernur Papua Lukas Enembe tuai polemik. (Arsip Kuasa Hukum Lukas Enembe)

Firli Bahuri Langgar UU KPK

Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Zaenur Rohman menilai sikap Firli telah melanggar Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Dalam UU tersebut, Ketua KPK tidak lagi mempunyai posisi sebagai penyidik dan penuntut umum sebagaimana dulu termaktub dalam UU KPK yang lama, yakni Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002.

"Ini bisa menimbulkan masalah hukum," kata Zaenur kepada CNNIndonesia.com, Kamis (3/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sama seperti Praswad, menurut Zaenur kedatangan Firli menemui Lukas tidak mempunyai urgensi.

Bahkan, dalam Pasal 36 huruf a UU KPK terbaru dijelaskan bahwa pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani lembaga antirasuah dengan alasan apa pun.

Firli disebut berpeluang dipidana paling lama lima tahun sebagaimana tertuang dalam Pasal 65 Bab X UU KPK.

Pasal tersebut berbunyi:Setiap Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

"Artinya yang lebih tepat menemui Lukas Enembe adalah penyidik KPK, bukan pimpinan KPK. Bahkan larangan tersebut mengandung ancaman pidana," ujar Zaenur.

"kalau dulu, itu masih bisa dibenarkan karena pimpinan KPK juga sekaligus penyidik dan penuntut umum," imbuhnya.

Senada, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai aksi Ketua KPK Firli Bahuri  mendampingi penyidik memeriksa Gubernur Papua Lukas Enembe di Jayapura itu  berpotensi melanggar aturan UU KPK.

"Undang-Undang KPK yang baru maupun lama Pasal 36 bahwa pimpinan KPK dilarang bertemu dengan orang-orang yang sedang diperiksa KPK dan bahkan itu ancaman hukumannya lima tahun," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengutip Antara.

Menurut Boyamin, Pasal 36 UU KPK tidak terlalu berlaku, tetapi bisa jadi perdebatan. Pasalnya, ditegaskan Firli sebagai pimpinan KPK tidak boleh bertemu terperiksa, baik saksi ataupun tersangka karena tidak pernah ada sejarah pimpinan KPK menemui orang yang diperiksa di ruangan-ruangan di kantor antirasuah itu.

Pimpinan KPK, kata dia, hanya memantau dari laptop dan internet saja.

"Artinya bisa diduga melanggar Pasal 36 bahwa pimpinan KPK dilarang menemui terperiksa baik dalam saksi maupun tersangka. Apalagi (Lukas Enembe) ini tersangka," ujarnya.

Tak Ada Urgensi Firli Temui Tersangka

Melihat peristiwa itu, Boyamin berpendapat Firli Bahuri memahami ketentuan pasal-pasal di UU KPK lama yang menyebutkan bahwa pimpinan lembaga antirasuah itu adalah penyidik dan penuntut.

Sedangkan dalam UU Revisi KPK Nomor 19 Tahun 2019 (UU Nomor 30 Tahun 2002) ketentuan itu tidak dihapus.

"Ini Pak Firli kapasitasnya bukan sebagai penyidik lagi, meskipun dia memang polisi, tetapi secara undang-undang dia bukan penuntut dan penyidik lagi. Jadi tidak ada urgensinya sebenarnya menemui Lukas Enembe," katanya.

Boyamin mengartikan pertemuan Firli Bahuri dengan Lukas Enembe dalam rangka mendampingi penyidik dan tim kesehatan melakukan pemeriksaan sebagai kabar gembira bahwa Ketua KPK akan mengembalikan UU KPK yang lama dengan mengurus dan memperjuangkan pembatalan revisi UU KPK.

"Saya sangat gembira dengan adanya berita Pak Firli bertemu dengan Lukas Enembe hari ini karena ini artinya Pak Firli setuju kembali ke UU KPK yang lama berarti setuju UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 dibatalkan," katanya.

Menurut Boyamin, alasannya bahwa UU KPK lama yang mengatakan pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut.

"Artinya Pak Firli boleh datang ke tempatnya Lukas Enembe bersama penyidik dalam konteks sebagai penyidik, itu artinya harus kembali ke UU lama," kata Boyamin.

Untuk itu, Boyamin akan meminta Firli Bahuri memperjuangkan pembatalan revisi UU KPK untuk mengesahkan tindakannya bertemu Lukas Enembe sebagai tim dari rombongan penyidik.

Sesuai Aturan

Ketua KPK Firli Bahuri merasa kedatangan Tim KPK di kediaman Lukas Enembe semata-mata untuk kepentingan penegakan hukum. Meski demikian, dalam prosesnya KPK juga mempertimbangkan hak-hak yang dimiliki tersangka.

"Kita ingin melakukan penegakan hukum dengan berdasar pada asas tugas pokok KPK, yaitu Kepastian Hukum, Keterbukaan, Akuntabilitas, Kepentingan Umum, Proporsionalitas, dan Menjunjung Tinggi HAM. Kita juga ingin mewujudkan tujuan penegakan hukum yaitu kepastian, keadilan, dan juga kemanfaatan dalam setiap penanganan perkara," kata Firli lewat keterangan tertulis.

Proses selanjutnya, Firli mengatakan KPK akan memperhatikan hasil keterangan dari Lukas Enembe terkait pemeriksaan perkaranya sekaligus hasil pemeriksaan kesehatannya, untuk menentukan langkah penegakan hukum berikutnya.

Firli kemudian menegaskan kehadiran KPK di Papua sesuai dengan amanat Pasal 113 Hukum Acara Pidana UU No. 8 Tahun 1981, bahwa: "Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya".

Ia juga menegaskan kunjungan KPK dan IDI ke Papua yang disertai Pimpinan KPK merupakan bentuk pelaksanaan tugas pokok dan fungsi KPK dengan tetap memperhatikan ketentuan UU yang berlaku.

Catatan Redaksi: Judul artikel ini diubah pada Jumay (4/11). Bagian badan berita juga diberi tambahan pernyataan dari KPK. 

(yla/dal)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER