ICW: Kehadiran Firli di Rumah Lukas Enembe Semacam Lelucon
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyindir keikutsertaan Ketua KPK Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri bersama penyidik dan tim dokter yang memeriksa tersangka, Gubernur Papua Lukas Enembe di kediamannya, Jayapura, semacam lelucon yang mengundang tawa.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan pihaknya benar-benar tidak memahami urgensi kehadiran Firli di rumah tersangka KPK tersebut.
Pada kemarin, Kamis (3/11), KPK bersama tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melakukan pemeriksaan terhadap Lukas baik kasus hukum maupun kesehatannya.
"Penting kami ingatkan, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang-undang KPK baru tidak lagi menyebut status Pimpinan KPK sebagai Penyidik sebagaimana UU KPK lama. Selain itu, Firli juga bukan dokter yang punya kemampuan mendeteksi kesehatan seseorang," ujar Kurnia saat dihubungi melalui pesan tertulis, Jumat (4/11).
"Jadi, kehadiran Firli di kediaman Lukas, terlebih sampai berjabat tangan itu lebih semacam lelucon yang mengundang tawa di mata masyarakat," sindirnya.
Ia pun mempertanyakan sikap Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait pertemuan Firli dengan pihak berperkara tersebut. Meskipun Pasal 4 ayat (2) huruf a Perdewas 2/2020 memiliki alasan pembenar yaitu sepanjang dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan pimpinan atau atasan langsung, terang Kurnia, namun melihat konstruksi kejadiannya, kehadiran Firli tidak dibutuhkan dalam proses pemeriksaan Lukas.
"Jadi, Dewan Pengawas seharusnya melarang bukan malah membiarkan peristiwa itu terjadi," imbuhnya.
Kurnia menambahkan bahwa ini merupakan kali kedua Firli bertemu dengan pihak berperkara di KPK. Sebelumnya, pada pertengahan Mei 2018 lalu, Firli yang ketika itu menjabat Deputi Penindakan KPK melakukan pertemuan dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi. Akibat perbuatannya itu, Firli dinilai terbukti melakukan pelanggaran etik berat.
"Ini memperlihatkan sejak dulu hingga kini Firli tidak memiliki standar etika sebagai Pimpinan KPK," kata Kurnia.
Beberapa waktu lalu ketika rencana pertemuan pimpinan KPK dan Lukas menguat, Anggota Dewas KPK Albertina Ho menyatakan bahwa hal itu bukan merupakan bentuk pelanggaran.
"Kalau tidak dilarang kan tidak perlu izin, yang penting dalam rangka pelaksanaan tugas," kata Albertina.
Lihat Juga : |
Penjelasan KPK
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan kunjungan KPK dan IDI ke Papua di mana Firli turut serta merupakan bentuk pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dengan tetap memperhatikan Undang-undang yang berlaku.
Menurut dia, kehadiran KPK di Papua sesuai dengan amanat Pasal 113 Hukum Acara Pidana UU Nomor 8 Tahun 1981 yang menyatakan bahwa: "Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya."
"Tidak ada pelanggaran UU," kata Ali.
Juru bicara berlatar belakang jaksa ini menyampaikan bahwa secara peraturan kode etik pertemuan dimaksud boleh dilakukan sepanjang diketahui pimpinan lain.
"Dan yang Papua ini sudah digelar perkara lebih dahulu di internal struktural penindakan dan pimpinan. Artinya sudah diketahui seluruh penindakan KPK," terang Ali.
"Dan yang terpenting kegiatan kemarin adalah bagian dari tugas pokok dan fungsi KPK," pungkasnya.
Sebelumnya, pada Kamis (3/11), KPK termasuk Firli bersama IDI menyambangi kediaman Lukas Enembe di Koya, Jayapura, Papua untuk melakukan pemeriksaan kasus hukum dan kesehatan.
Firli menyebut pemeriksaan itu berlangsung penuh kehangatan dan kekeluargaan. Bahkan, dalam sebuah foto yang diterima CNNIndonesia.com, Firli tampak menjabat erat tangan Lukas.
Dia mengaku sempat berbicara dengan Lukas selama sekitar 15 menit. Menurutnya, tidak ada yang disembunyikan Lukas.
"Saya ajak ngobrol, bagaimana kondisi fisik beliau, semuanya. Terus ketemu juga dengan Ibu Lukas Enembe, kawan-kawan beliau, saudara-saudara beliau, bahkan tadi ada saya dengan kakak perempuan beliau. Tadi rangkulan dengan kita dengan hangat penuh kekeluargaan," kata Firli dalam konferensi pers di Koya.
Lukas diproses hukum KPK karena diduga terlibat dalam kasus dugaan suap terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua. Dia telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan terhitung sejak 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023.
Dalam proses penyidikan berjalan, KPK telah memblokir rekening Lukas dan istrinya Yulce Wenda.