Sebulan telah berlalu Tragedi Kanjuruhan merenggut nyawa 135 orang suporter sepak bola Indonesia. TGIPF pun telah menuntaskan investigasi dan Komnas HAM sudah memberi rekomendasi ke Presiden Joko Widodo.
Publik hingga pengamat sampai saat ini masih mempertanyakan kerja kepolisian menuntaskan kasus, memburu siapa aktor paling bertanggung jawab. Komnas HAM menyatakan masih kurang cukup Polri menetapkan enam tersangka.
Sementara itu, pemimpin wilayah hukum tempat tragedi terjadi, Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta tak kunjung diperiksa. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo justru memutasinya ke jabatan Staf Ahli Sosbud Kapolri. Posisi Nico diisi oleh Irjen Teddy Minahasa. Akan tetapi, Teddy justru ditetapkan sebagai tersangka kasus narkoba sesaat sebelum pelantikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
TGIPF sudah menyerahkan laporan mereka ke Jokowi. Salah satu rekomendasi TGIPF adalah Polri perlu menetapkan tersangka baru. Akan tetapi, belum ada pengumuman tersangka baru hingga saat ini.
Di tengah kebuntuan Tragdi Kanjuruhan, keriuhan kasus-kasus jenderal polisi mengemuka. Menko Polhukam Mahfud MD menyebut sedang ada "perang bintang" di tubuh Polri yang melibatkan para jenderal.
Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan berpendapat bisa saja perang bintang merembet ke pengusutan Tragedi Kanjuruhan. Dia berkata dugaan ini muncul dari kebuntuan kasus tersebut.
"Mau enggak mau, suka enggak suka, kita punya feeling ada semacam aksi jebak-menjebak, aksi saling pukul di antara para jenderal kita di polisi," kata Andy saat dihubungi CNNIndonesia.com, Minggu (6/11).
Andy mempertanyakan mengapa Polri belum juga memeriksa Nico Afinta. Menurutnya, Nico jelas-jelas bertanggung jawab atas pemberian izin pertandingan hingga mengizinkan bantuan kendali operasi (BKO) pengamanan.
Menurutnya, dugaan "perang bintang" membuat buntu Tragedi Kanjuruhan minim bukti. Namun, ia berkata hal serupa pernah terjadi di sejumlah tragedi kemanusiaan di negeri ini.
Andy mengungkit bagaimana sejarah mencatat perseteruan jenderal di tragedi-tragedi seperti Malari, penculikan aktivis '98, penembakan Semanggi, hingga Komando Jihad.
"Mau enggak mau nalar konspiratif kita, 'Orang lagi bertempur nih masing-masing jenderal ini, korbannya rakyat,'," ucapnya.
Dihubungi terpisah, Peneliti bidang kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto juga berpendapat senada. Ia melihat ada pertempuran antarjenderal di Polri saat ini.
Bambang juga melihat perseteruan itu merambat ke Tragedi Kanjuruhan. Hal itu tercermin mulai dari mandeknya penetapan tersangka hingga keputusan Polri menolak laporan Aremania.
"Faktanya sampai sekarang belum ada pihak yang bertanggung jawab terkait di internal kepolisian, terkait penanggung jawab keamanan sekarang belum ditentukan," kata Bambang saat dihubungi CNNIndonesia.com, Minggu (6/11).
Dia melihat ada keraguan dari Listyo menuntaskan kasus ini. Menurutnya, hal ini tak seharusnya terjadi karena Listyo berposisi sebagai pucuk pimpinan tertinggi kepolisian.
"Kuncinya di Kapolri. Kapolri mau bergerak membenahi institusinya atau tidak? Atau tersandera oleh bawahannya?" ucap Bambang.
Andy menambahkan kunci penuntasan Tragedi Kanjuruhan ada di tangan Listyo. Dia menyebut Listyo bisa bersih-bersih Polri lewat kasus ini. Salah satu jalan untuk memulainya adalah memeriksa semua pihak yang diduga terlibat, termasuk Nico.
"Kalau Pak Sigit mau ambil momentum, ini momentum bagi kapolri untuk bersih-bersih, memulihkan kembali kehormatan kepolisian, kewibawaan, marwah kepolisian dengan menangkap dan mengadili semua orang yang terkait Kanjuruhan," kata Andy.
(dhf/ain)