Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto tak kaget dengan pernyataan Mahfud soal isu perang antarjenderal di Polri.
Bambang menyoroti sejumlah isu yang mencuat buntut pengungkapan kasus pembunuhan berencana yang menyeret Sambo sebagai otak pembunuhan atas bawahannya, Brigari Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Usai kasus tersebut, belakangan mencuat sejumlah isu lain yang menyeret sejumlah nama penting, seperti diagram Konsorsium 303, diagram mafia tambang, hingga teranyar peredaran narkoba Teddy Minahasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang ada faksi-faksi di internal kepolisian, yang mereka memegang kartu truf terkait pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan mereka sendiri," katanya, Senin (6/11).
Namun begitu, Bambang meyakini sejumlah isu itu berdampak baik pada masyarakat yang semakin tahu borok di tubuh kepolisian.
Masalahnya kata dia, sejauh mana Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan bersih-bersih di lembaganya dan menjawab kebenaran sejumlah isu tersebut. Menurut Bambang, Kapolri tak akan mampu memulihkan citra baik lembaganya jika sejumlah isu itu hanya dibiarkan menguap.
"Ya tentunya itu tidak akan memulihkan marwah institusi dan kepercayaan masyarakat kembali kepada kepolisian," katanya.
Bambang mengkritik Listyo yang hingga kini belum menunjukkan sikap tegas merespons sejumlah isu tersebut. Dalam isu Kanjuruhan misalnya, tak ada pertanggungjawaban dari Polri hingga saat ini.
Teranyar, dalam kasus peredaran narkoba yang menyeret Teddy Minahasa, juga belum menyeret sejumlah nama lain.
Menurut Bambang, penanganan hukum kepolisian bukan hanya selesai untuk menuntut para pelanggar hukum, namun juga harus bisa membangun sistem hukum yang baik di tengah masyarakat.
"Tapi bagaimana membangun sistem. Kepolisian yang lebih bagus sesuai yang diharapkan masyarakat, sesuai cita-cita reformasi '98. Artinya Kapolri belum membangun sistem," kata Bambang.