DKI Masih Larang Obat Sirop, Menkes Anggap Langkah Konservatif
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin merespons sikap Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang melarang penjualan serta meresepkan semua jenis obat sirop kepada masyarakat.
Langkah Pemprov DKI itu berbeda dengan sikap Kemenkes yang membolehkan beberapa obat sirop untuk dikonsumsi kembali.
"Memang DKI mengambil langkah yang lebih konservatif untuk melarang yang obat ginjal itu, melarang yang obat sirop itu," ucap Budi saat ditemui CNNIndonesia.com di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (8/11).
Budi tidak mempersoalkan langkah yang ditempuh Dinkes DKI Jakarta tersebut. Dia menekankan bahwa pemerintah pusat bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah tidak melarang semua jenis obat sirop.
Kemenkes sudah menerbitkan Petunjuk Penggunaan Obat Sediaan Cair atau Sirop pada melalui Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/III/3515/2022 pada 24 Oktober 2022 untuk menjadi acuan daftar obat aman di Indonesia.
Dalam SE itu terdapat daftar 133 produk obat sirop yang tidak mengandung Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol atau Gliserin maupun Gliserol.
"Jadi sekarang BPOM merilis obat yang dilarang. Kalau di mata saya, obat-obatan pelarut yang bukan polietilen glikol (PEG) itu seharusnya sudah boleh masuk, obat-obat yang critical juga boleh masuk," ucap Budi.
Diketahui, Dinkes DKI masih melarang konsumsi obat sirop berkenaan dengan kasus gagal ginjal akut yang membuat ratusan anak meninggal dunia.
Dinkes DKI meminta orang tua untuk mencari alternatif penyembuhan pada anak yang sedang sakit. Bisa dengan tablet atau puyer, suppositoria, injeksi atau suntik hingga infus.
Apabila terpaksa harus memberikan obat sirop pada anak, maka orang tua disarankan untuk menggunakan obat sesuai aturan pakai.
Jangan mengkonsumsi obat melebihi dosis, membaca peringatan obat, jangan mengonsumsi obat sirop yang sudah terbuka atau disimpan lama, hingga wajib mendapatkan obat dari farmasi yang berizin.
(khr/bmw)