Puan dan Kekuatan di Luar Partai
Cita-cita yang jauh lebih besar daripada hanya memuaskan angka-angka elektabilitas.
Dari Mimbar Utama, mata Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, tajam menatap kader-kadernya saat Kongres Partai di Sanur, Bali, 2010 silam.
"Dalam kesempatan ini saya perlu tegaskan bahwa cita-cita yang melekat dalam sejarah partai kita jauh lebih besar dari sekadar urusan kursi di parlemen, sejumlah menteri, ataupun istana merdeka. Kita diajarkan dan ditakdirkan oleh sejarah bahwa perjuangan mengangkat harkat-martabat wong cilik seperti yang dilakukan Bung Karno adalah lebih utama dari urusan bagi-bagi kekuasaan," tegas Megawati.
Hal yang disampaikan Ketua Umum PDI Perjuangan saat Kongres bertema Berjuang untuk Kesejahteraan Rakyat itu pasti masih diingat oleh kader Banteng yang hadir di Kongres ke 3, termasuk Puan Maharani yang bertugas sebagai Ketua Pelaksana.
Apa yang disampaikan Megawati sebetulnya mengamplifikasi pesan Bung Karno. Dalam--Mencapai Indonesia Merdeka--Bung Karno pernah menyebut bahwa Partai Politik harus bisa menuntun Rakyat Jelata menuju kemenangan, menjadi pelopor rakyat menuju maksud dan cita-cita.
"Welnu, bagaimanakah kita bisa menjelmakan pergerakan yang onbewust dan ragu-ragu dan raba-raba menjadi pergerakan yang bewust dan radikal? Dengan suatu partai. Dengan suatu partai yang mendidik rakyat jelata itu ke dalam ke-bewust-an dan keradikalan. Dengan suatu partai, yang menuntun rakyat jelata itu di dalam perjalanannya ke arah kemenangan, mengolah tenaga rakyat jelata itu di dalam perjuangannya sehari-hari, menjadi pelopor daripada rakyat jelata itu di dalam menuju kepada maksud dan cita-cita."
Dari petunjuk Bung Karno tersebut sangat jelas bahwa partai adalah pemimpin massa dalam perjuangannya merebut masa depan yang lebih baik.
Kondisi jelang Pemilihan Presiden 2024 akhirnya menjadi refleksi terpenting bagi kader Banteng atas petunjuk Bung Karno dan isi pidato Megawati Soekarnoputri saat Kongres 2010 tentang arah partai, arah PDI Perjuangan.
Puan, cucu Proklamator, menatap lurus Sang Ketua Umum yang berapi-api mengingatkan seluruh kader partai termasuk dirinya supaya menyediakan lebih besar lagi energi untuk bekerja bersama rakyat. Puan pasti tidak menduga bahwa 12 tahun setelah pidato itu, pada 2022 ini dia akan menyaksikan partainya ada dalam persimpangan adu dua kekuatan besar yang dapat membuat partai ini berubah arah.
Saat 2010 dia menjadi saksi Ibunya yang juga Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengingatkan seluruh kader untuk menjalankan tuntunan Bung Karno bahwa partai harus bisa menjadi pelopor rakyat meraih cita-cita, hal yang lebih penting dari sekedar bagi-bagi kekuasaan.
Saat ini sepertinya ada kekuatan di luar partainya yang berusaha untuk membalikkan situasi yang malah mempercayai berkuasa lebih penting daripada cita-cita PDIP seperti yang dituntun Bung Karno.
Mari kita merenung sebentar, apakah mungkin saat ini ada orang atau kelompok yang ingin menguasai Indonesia? Bila ada, bagaimana caranya?
Untuk "menguasai" Indonesia cara dan triknya bukan rahasia, bahkan dipopulerkan oleh undang-undang dasar. Persepsi cara untuk "menguasai" Indonesia beserta kekayaan serta rakyatnya dipromosikan gamblang oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 6A ayat 2 salah satunya adalah melalui partai politik.
Hanya partai politik dan gabungan partai politik peserta Pemilu yang berhak mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden demikian lebih kurangnya menurut UUD 1945.
Ruang kesempatan ini pasti jelas terlihat oleh kekuatan di luar partai politik. Kekuatan luar partai politik akan memantau dan mencari kelemahan partai politik. Dengan sumber daya yang dimilikinya, kekuatan luar partai akan masuk dan mengajukan sosok alternatif. Ketika sosok tersebut muncul, partai seperti dihadapkan pada dilema.
Di PDI Perjuangan, selain Megawati, hanyalah Puan Maharani kader partai yang lengkap. Bahkan ada kader yang beseloroh bahwa hanya Megawati yang bisa melampaui besarnya nama Puan Maharani di PDI Perjuangan.
Mungkin tidak ada di dalam PDI Perjuangan kader yang selengkap Puan dalam karir politik, sebagai pengurus DPP Partai, bahkan salah satu Ketua, pernah anggota DPR, pimpinan DPR bahkan jadi Menteri Koordinator. Hal ini membuat Puan punya garis tebal pemahaman tiga pilar PDI Perjuangan, yaitu, Partai, Legislatif dan Eksekutif.
Apakah hal tersebut merupakan tanda nyata, bahwa Puan adalah pribadi yang dipersiapkan oleh partai? Sebagai kader, Puan tentu patuh, tegak lurus dengan aturan partai. Namun dalam perjalanannya muncul sosok yang tiba-tiba saja melesat menaiki kurva hasil survei yang mungkin dibekingi kekuatan luar partai politik tadi. Sosok (yang tiba-tiba) itu merasa menjelma menjadi kekuatan baru, yang dicitrakan lebih besar dari partai.
Narasi-narasi berkembang di ranah publik, membuat partai dalam kesulitan: tidak memilih dikatakan tengah melawan kehendak publik, dan akan "nyungsep" elektabilitasnya. Sementara jika memilih, maka partai, yang punya ideologi dan sejarah panjang, akan segera bertransformasi menjadi sekedar peserta pemilu penyedia "tiket" semata.
Lantas ada pertanyaan besar, mengapa Puan Maharani yang jika adalah kader yang dipersiapkan partai dengan tahapan-tahapan khusus hingga saat ini belum memiliki elektabilitas minimal sama tinggi dengan sosok lain (yang tiba-tiba tadi)?
Apa sebenarnya yang tengah terjadi? Apakah karena partai memang belum mengerahkan seluruh sumberdaya yang dimilikinya? Ataukah ada faktor lain?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas ada baiknya kita juga bertanya, kenapa ada sosok selain Puan yang memiliki elektabilitas tinggi, bahkan melebihi elektabilitas partainya sendiri? Apakah keadaan dapat dikatakan sebagai: tengah bekerjanya rencana lain yang berbeda dengan rencana partai? Atau apakah yang tengah berlangsung ini memang dipercaya sebagai sebuah proses alamiah belaka?
(stu)Hendri Budi Satrio
Analis Komunikasi Politik dan Founder Lembaga Survei KedaiKOPI. Menyelesaikan pendidikan S1 di Fikom Universitas Padjadjaran, S2 Manajemen Komunikasi Universitas Indonesia dan S3 Research Management Universitas Bina Nusantara.
Selengkapnya