Jakarta, CNN Indonesia --
Puncak perayaan Hari Ulang Tahun ke-11 Partai NasDem pada Jumat (11/11) lalu terlihat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Pasalnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) absen hadir secara fisik dalam acara partai yang masih berstatus rekan koalisi pemerintah.
HUT NasDem hari itu makin hambar setelah video ucapan selamat dari Jokowi karena tak bisa hadir langsung di lokasi tak kunjung diputar hingga acara rampung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemandangan ini terlihat aneh lantaran selama ini Jokowi terkenal aktif mengunjungi partai politik koalisinya yang merayakan ulang tahun.
Contohnya dalam beberapa waktu terakhir yakni saat HUT Partai Golkar dan Perindo beberapa waktu lalu, Jokowi menyempatkan hadir langsung di tengah kesibukannya.
Ketua Umum NasDem Surya Paloh mengakui bahwa Jokowi belum mengucapkan selamat kepada partainya. Namun, ia enggan berburuk sangka.
"Mungkin karena kesibukan," kata Paloh.
Paloh pun menegaskan Jokowi merupakan sahabatnya. Ia pun masih menganggap Jokowi sebagai presiden yang diusung NasDem.
Pada kesempatan itu, Paloh juga menepis kabar keretakan hubungannya dengan Jokowi karena telah lebih dahulu mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden 2024.
Namun, Pengamat politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga berpendapat ketidakhadiran Jokowi dalam HUT NasDem dapat dibaca secara politis.
Menurutnya, absennya Jokowi mengindikasikan hubungan NasDem dan Jokowi sudah renggang. Penyebabnya tak jauh dari keputusan NasDem mengusung Anies sebagai capres.
Padahal, kata Jamiluddin, baik Paloh dan Jokowi kerap saling mendukung satu sama lain sebelum NasDem memutuskan mengusung Anies sebagai capres.
"NasDem lagi dapat 'cinta tak berbalas' dari Jokowi. Penyebabnya karena NasDem mendeklarasikan Anies sebagai bakal capres. Hal itu tampaknya membuat Jokowi sudah mengabaikan NasDem sebagai salah satu partai koalisi pendukung pemerintah," kata Jamiluddin kepada CNNIndonesia.com, Senin (14/11).
Jamiluddin menilai upaya NasDem mengusung Anies pasti menimbulkan resistensi dari Jokowi maupun parpol koalisinya. Menurutnya, sosok Anies sudah diidentikkan sebagai simbol oposisi dan antitesis Jokowi.
"Anies yang mengusung perubahan tentu dinilai tidak sejalan dengan arah pembangunan yang digariskan Jokowi. Anies dinilai tidak akan meneruskan arah pembangunan yang diinginkan Jokowi. Hal ini juga membuat Jokowi tampaknya tak berkenan kepada Anies," ujarnya.
Lanjut ke halaman berikutnya...
Melihat situasi politik terkini, Jamiluddin tak menutup mata dengan kemungkinan NasDem akan dilepas Jokowi dari koalisi.
Menurutnya, hal itu diperlukan agar ada kejelasan baik bagi NasDem maupun Jokowi dalam melangkah menghadapi Pilpres 2024.
Ia menilai jika NasDem keluar dari koalisi, mereka akan lebih leluasa mengusung Anies. Misal dalam kampanye nanti, NasDem sudah tidak perlu merasa risih bila Anies mengkritik pemerintah.
Namun, Jamiluddin meyakini Jokowi tak akan melepas NasDem dari koalisi dalam waktu dekat. Menurutnya, Jokowi tak ingin melihat ruwetnya kondisi kabinet karena melepas NasDem secara tiba-tiba.
"NasDem juga akan mengubah perannya menjadi partai oposisi bersama Demokrat dan PKS. Dengan begitu, NasDem akan lebih leluasa melakukan pengawasan terhadap jalannya pembangunan," katanya.
Senada, Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro menilai hubungan Paloh dan Jokowi berada di titik terendah setelah berjalan intim selama delapan tahun terakhir.
Agung menyebut relasi keduanya 'bertepuk sebelah tangan' usai NasDem mengusung Anies. Ia mencontohkan gesture Jokowi yang enggan dipeluk Paloh ketika HUT Golkar beberapa waktu lalu.
"Relasi persahabatan tersebut bertepuk sebelah tangan. NasDem sebagaimana pidato Surya Paloh, masih menganggap Presiden Jokowi sebagai teman, namun sebaliknya ini tak bersambut. Mulai terbukti ujungnya pada perayaan HUT Nasdem Jokowi tak hadir," kata Agung.
Agung mengatakan pelbagai rentetan kejadian itu menandakan langkah Paloh mengusung Anies mendapatkan respons kurang positif dari eksternal, khususnya Jokowi.
Keputusan mencalonkan Anies itu pula, lanjutnya, memberi konsekuensi politik bagi NasDem didepak dari kabinet.
NasDem kini mendapatkan tiga posisi menteri di kabinet yakni Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, serta Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (LHK) Siti Nurbaya Bakar.
"Secara institusional kemungkinan menteri-menteri NasDem untuk di-reshuffle mengemuka," ujarnya.
Agung mengatakan kemungkinan reshuffle bakal bertiup kencang bila masa kampanye atau bahkan prakampanye mulai berlangsung. Ia menilai kritik dan saran akan dilancarkan para pihak yang maju Pilpres secara bertubi-tubi.
"Sebagai konsekuensi logis narasi perubahan dan keberlanjutan yang dibawa Anies akan menjadi satu paket ramuan pembangunan agar pemerintahan yang ia bangun dapat berlangsung konstruktif," katanya.
Di sisi lain, Agung mengatakan kemungkinan koalisi NasDem bersama PKS-Demokrat diprediksi semakin mengkristal. Ia mengatakan pekerjaan rumah terdekat koalisi ini adalah segera memutuskan nama calon wakil presiden pendamping Anies.
"Yang mampu memimpin agar koalisi ini tak layu sebelum berkembang," ujarnya.