ANALISIS

Perdebatan Nomor Urut Parpol dan Rendahnya Literasi Politik Masyarakat

CNN Indonesia
Senin, 21 Nov 2022 11:27 WIB
Wacana nomor urut parpol tak diubah di 2024 menjadi perdebatan. Nomor urut disebut berkaitan dengan rendahnya literasi politik warga.
Ilustrasi. Wacana nomor urut parpol peserta pemilu tak diubah di 2024 menjadi perdebatan. (Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah partai politik tengah silang pendapat soal wacana nomor urut parpol peserta pemilu tak diubah untuk 2024. Usul itu mulanya datang dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Perdebatan soal nomor urut parpol peserta pemilu ini disebut berkaitan dengan rendahnya literasi politik masyarakat terkait rekam jejak.

Nomor urut bisa sangat menentukan tingkat perolehan suara, bukan saja partai, termasuk juga peserta pemilu, terutama calon legislatif. Beberapa nomor urut yang mudah diingat bisa berdampak pada perolehan suara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena faktor inilah maka sejumlah partai yang lolos di parlemen menginginkan tidak perlu mengubah nomor urut," kata pengamat Politik Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo saat dihubungi, Senin (21/11).

Selain PDIP, Gerindra dan PKB pun setuju jika nomor urut mereka dipermanenkan dan tak perlu dikocok ulang.

Namun, usulan Mega itu ditentang sebagian besar parpol, terutama mereka parpol non-parlemen atau peserta pemilu baru. Misalnya, Partai Gelora dan Partai Ummat. PAN dan PPP juga menolak usulan tersebut.

Karyono menilai nomor urut akan sangat berpengaruh terutama pada pemilih tradisional. Pemilih tradisional umumnya adalah kelompok masyarakat dengan literasi politik yang rendah.

Mereka pada umumnya hanya memilih berdasarkan nomor dan lambang. Mereka bukan pemilih rasional yang memilih misalnya, berdasarkan rekam jejak, kinerja, atau visi misi.

"Tradisional yang dimaksud adalah pemilih yang sekadar mengidentifikasi lambang dan nomor urut partai," katanya.


Oleh karena itu, menurut Karyono, perdebatan atau penolakan sejumlah partai soal nomor urut merupakan hal lumrah, sebab mereka dianggap mendapatkan diskriminasi.

Meski begitu, Karyono mengaku tidak yakin mereka yang menolak akan berada pada narasi yang sama jika telah diuntungkan atau lolos ambang batas parlemen.

Direktur Eksekutif Indostrategic, Ahmad Khoirul Umam mengaku tak heran sejumlah partai besar di parlemen ingin agar nomor urut dipermanenkan. Menurutnya, semakin awal nomor urut akan semakin mudah diingat oleh pemilih.

Keuntungannya, partai akan mudah memberi pesan kepada masyarakat dan mensosialisasikannya.

"Semakin awal dan semakin mudah nomor urut partai, akan memudahkannya mensosialisasikannya ke masing-masing basis pemilih loyal," kata Umam, Minggu (20/11).

Sebaliknya, nomor urut besar atau di atas 10 memiliki tantangan yang lebih tinggi. Mereka diuji untuk mengarahkan swing voters dan simpatisan dalam teknis kartu suara.

Umam pun menilai wacana nomor urut untuk dipermanenkan tidak adil, baik bagi partai lama maupun partai baru. Terutama mereka yang mendapat nomor urut teratas atau sulit diingat.

"Kalau nomornya di bawah, tentu tidak mudah mudah mengajari pemilih. Karena memang faktanya masih banyak pemilih kita yang literasi politiknya masih rendah," kata dia.

Kesamaan dengan Sepak Bola

Sementara itu, pengamat komunikasi politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Silvanus Alvin, menilai bahwa nomor urut dalam pemilu memiliki kesamaan dengan tradisi nomor punggu pemain sepak bola.

Dalam sepak bola, ada beberapa nomor urut yang dianggap kramat, seperti 10, 9, 11. Begitu pula di olahraga basket dengan nomor urut 23 yang identik dengan Michael Jordan.

Dalam politik, kata Alvin, nomor urut bisa memudahkan partai politik memberikan pesan saat melakukan kampanye.

"Sebagai contoh, bila saya konsultan di partai nomor urut 1 maka saya bisa memainkan narasi seperti: buat apa pilih yang lain karena hanya ada 1 yang di hati," katanya.

Namun, Alvin menyebut pengkultusan nomor urut dan dampaknya terhadap perolehan suara elektoral tak sepenuhnya valid. Sebab, katanya, belum ada hasil penelitian yang membuktikan nomor urut tertentu akan berdampak pada kenaikan elektoral.

"Namun ini memang asumsi semata karena setahu saya belum ada riset khusus terkait pengaruh nomor urut dengan keputusan memilih," ujar dia.

(thr/tsa)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER