Organisasi Profesi Tolak RUU Kesehatan: Ada Upaya Kapitalisasi

CNN Indonesia
Senin, 28 Nov 2022 12:26 WIB
Sejumlah organisasi profesi medis mulai dari IDI hingga PPNI mengkritisi proses penyusunan RUU Kesehatan yang tidak melibatkan mereka alias tidak transparan.
Sejumlah organisasi profesi medis mulai dari IDI hingga PPNI mengkritisi proses penyusunan RUU Kesehatan yang tidak melibatkan mereka alias tidak transparan. Foto: CNN Indonesia/Khaira Ummah Junaedi Putri
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah organisasi profesi (OP) kesehatan memadati area gerbang gedung DPR RI untuk melakukan aksi damai tolak RUU Kesehatan Omnibus Law, Senin (28/11).

Mereka terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) 

Juru Bicara Aliansi Nasional Nakes dan Mahasiswa Kesehatan Seluruh Indonesia Mahesa Paranadipa mengatakan ada sejumlah substansi dalam RUU Kesehatan yang mengancam sistem kesehatan nasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu ia menilai proses penyusunan RUU Kesehatan ini tidak melibatkan para anggota organisasi profesi alias tidak transparan.

"Kami melihat ada upaya-upaya untuk memasukkan liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan. Kalau kita bicara kesehatan hari ini, kalau semua dibebaskan tanpa kontrol sama sekali, tanpa memperhatikan mutu pelayanan kesehatan. Maka ancamannya adalah seluruh rakyat," kata Mahesa di depan gerbang Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, Senin (28/11).

Para perwakilan OP medis sebelumnya mendapat informasi terkait draf naskah RUU Kesehatan yang bocor. Dalam draf itu terdapat beberapa kondisi yang tidak disepakati oleh mereka, yakni penghapusan UU Profesi.

Padahal UU Profesi menurut mereka memiliki posisi penting dalam tata laksana dan hak kewajiban masing-masing OP di Indonesia. OP kesehatan telah sepakat bahwa kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat.

Adapun UU Profesi yang dimaksud meliputi UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, dan UU Nomor 4 tahun 2019 tentang Kebidanan.

"Jadi ada beberapa substansi-substansi lain misalnya penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, serta penerbitan rekomendasi," kata dia.

Selain itu, mereka juga memprotes perubahan pada masa berlaku surat tanda registrasi (STR) dalam RUU Kesehatan. Mereka menolak aturan STR dalam RUU Kesehatan berlaku untuk selamanya. Sementara berdasarkan aturan terkini, yakni Permenkes Nomor 83 tahun 2019, STR berlaku selama lima tahun sejak pendaftaran oleh tenaga kesehatan.

"Dan di seluruh negara tidak ada itu izin STR seumur hidup. Adanya terus dievaluasi, tujuannya adalah untuk keselamatan pasien dan rakyat," jelas Mahesa.

Terpisah, Ketua Pengelola Rumah Sakit Nahdlatul Ulama (RSNU) Mohammad Nuh menyatakan Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi kedokteran perlu duduk bareng dengan kepala dingin membahas wacana RUU Kesehatan demi kebaikan bersama.

Nuh menegaskan pihaknya tak bakal bergabung dalam unjuk rasa damai bersama IDI terkait penolakan RUU Kesehatan pada Senin (28/11).

Nuh menyatakan sejumlah rumah sakit di bawah asosiasi NU mendukung wacana RUU tersebut demi peningkatan jumlah dan pemerataan dokter di Indonesia.

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan RUU Kesehatan penting untuk direalisasikan karena perlu ada penyederhanaan regulasi dan sejumlah aturan tambahan guna menguatkan sistem kesehatan di Indonesia.

"Dari bidang transformasi yang kami susun tersebut, beberapa masalah yang kami ajukan, yakni pentingnya melakukan RUU Kesehatan Omnibus Law ini," kata Dante dalam rapat kerja bersama Baleg DPR, Selasa (22/11).

Setidaknya ada enam poin yang menjadi alasan RUU Kesehatan penting untuk direalisasikan. Selengkapnya di sini.

(gil/khr/gil)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER