Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim dalam lokakarya bertajuk "Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Buku Cerita Anak dari Sabang sampai Merauke: Kebijakan, Kegiatan dan Inovasi Daerah" pada Juni 2022 menyampaikan bahwa buku anak harus mengutamakan unsur yang menghibur (entertainment value), sehingga menyenangkan bagi anak.
"Maka, membagikan buku saja tidak cukup, tetapi butuh lebih banyak upaya lainnya, seperti pelibatan dengan guru di sekolah, perpustakaan, penyedia buku bacaannya, dan banyak lagi," ujar Nadiem.
Tak dapat dipungkiri, saat ini anak-anak memiliki lebih banyak opsi hiburan, misalnya gawai. Hal itu juga yang jadi pemicu Ahmad, seorang pegiat pendidikan di Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk meninggalkan pekerjaan sebagai dosen dan melahirkan Uma Lengge Mengajar.
Ahmad mengaku bahwa sejak kecil dia dan kawan-kawannya menyukai buku, meski kala itu akses buku masih sangat minim. Ahmad dan anak-anak di desanya pun biasa membaca Al Qur'an selepas magrib di langgar. Hal tersebut menandakan bahwa kegiatan membaca begitu lekat dalam keseharian mereka.
Kegelisahan Ahmad muncul setelah bertahun-tahun merantau dan kembali ke kampung halaman. Dia menyaksikan sendiri perubahan kebiasaan yang terjadi pada anak-anak di desa. Selain lebih akrab dengan gawai, aktivitas belajar mengaji setelah magrib pun mulai berkurang. Bahkan, sebagian anak terjebak dalam kenakalan remaja.
Padahal, menurut Ahmad, jumlah sarjana dan mahasiswa di Kecamatan Wawo tak bisa dibilang sedikit. Namun, kehadiran kaum intelektual kampus rupanya belum berbanding lurus dengan kualitas sumber daya dan moralitas masyarakat. Sebagai dosen lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram dan guru pondok pesantren, Ahmad prihatin dengan keadaan tersebut.
Pria berusia 30 tahun tersebut akhirnya menelaah permasalahan sosial yang melanda kampung halamannya. Hasil penelusuran Ahmad menunjukkan bahwa tingkat literasi dasar yang minim di kalangan anak usia Sekolah Dasar (SD) ternyata menjadi salah satu faktor penyebab.
Ahmad tidak ingin anak-anak terus terpuruk. Dia meyakini, anak adalah aset bangsa. Menurutnya, perlu ada gerakan yang lahir dari kesadaran kelompok intelektual, sebuah gerakan literasi yang membangkitkan kecintaan anak-anak pada dunia baca. Akhirnya, dia menginisiasi kelahiran Uma Lengge Mengajar.
![]() |
Nama Uma Lengge terinspirasi dari bagunan tradisional suku Mbojo yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan lumbung. Suatu hal yang fundamental dalam masyarakat agraris. Nama itu dipilih Ahmad karena keyakinannya bahwa pendidikan merupakan elemen fundamental dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di Kecamatan Wawo.
Awalnya Uma Lengge Mengajar menuai cibiran dari sebagian masyarakat. Bahkan, keluarganya pun tak sepakat dengan upaya Ahmad. Namun, kondisi itu tidak mematahkan semangat Ahmad dan kawan-kawan untuk membangun pendidikan masyarakat Wawo.
Ahmad dan rekan relawan di Uma Lengge Mengajar memiliki dua fokus utama, yakni kegiatan internal khusus yang diperuntukkan untuk para relawan dan fun literacy. Kegiatan internal ini berupa diskusi ilmiah, bedah buku, serta pelatihan penerapan metode dan strategi pembelajaran literasi yang tepat bagi masyarakat.
Sementara, fun literacy merupakan kegiatan luar ruang bagi anak-anak. Mereka dapat belajar sambil bermain gim edukatif, ice breaking, membaca buku, dan kegiatan lainnya yang diprogramkan di tiap sekolah maupun desa.
Selain itu, Ahmad dan para rekan relawan juga mengembangkan kegiatan fun literacy dalam bentuk perpustakaan keliling. Tujuannya agar gerakan literasi dapat merangkul lebih banyak anak di setiap rukun tetangga dan dusun. Mereka membawakan buku bacaan dan mendongengkan kisah untuk menghidupkan mimpi dan cita-cita anak-anak di Kecamatan Wawo.
Langkah Ahmad itu sejalan dengan fokus Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam meningkatkan literasi anak bangsa, antara lain melalui platform digital Sistem Informasi Perbukuan Indonesia (SIBI).
SIBI menjawab kebutuhan publik akan buku yang interaktif dan menarik. Publik dapat menemukan buku teks dan buku nonteks digital dalam bentuk Portable Document Format (PDF), audio, dan interaktif. Buku-buku tersebut telah melalui proses penilaian dan kurasi dari pemerintah, sehingga layak digunakan.
Selain itu, Kemendikbudristek juga mengutamakan kolaborasi antarpemangku kepentingan dalam membangun pilar strategi literasi di Indonesia sebagai upaya membangun Profil Pelajar Pancasila.
Selaras dengan pernyataan Nadiem, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, mengatakan bahwa kriteria buku berkualitas adalah buku bacaan yang menarik.
"Buku bacaan yang membuat anak-anak terdorong mengambil buku tersebut dan tenggelam dalam dunia imajinasi mereka," tutur Anindito.
Menurutnya, hal tersebut merupakan fondasi yang sangat penting bagi tercapainya profil pelajar Pancasila dan pembelajar sepanjang hayat yang bisa berpikir merdeka. Siswa, guru, pelaku perbukuan, dan publik dapat mengakses berbagai produk-produk, regulasi, dan kebijakan terkait perbukuan melalui platform digital SIBI pada tautan buku.kemdikbud.go.id.
(*/*)