Koalisi Sipil Desak DPR Buka Draf Final RKUHP Sebelum Paripurna
Koalisi sipil yang terdiri dari sejumlah LSM dan organisasi mengaku belum mendapatkan draf terbaru RKUHP yang telah disepakati di Komisi III DPR untuk naik ke tingkat paripurna guna disahkan jadi undang-undang tengah bulan depan.
Setelah pembicaraan antara pemerintah dan Komisi III DPR pada awal pekan ini, draf final yang akan disahkan jadi undang-undang bulan depan masih belum dipegang publik.
Padahal, DPR merencanakan RKUHP disahkan sebelum masa reses anggota dewan yakni pada 15 Desember 2022.
Peneliti KontraS Rozy Brilian berpendapat pemerintah dan DPR seharusnya terbuka dan membagikan akses draf tersebut kepada publik sebelum rapat paripurna yang menjadi ajang sah atau tidaknya sebuah rancangan undang-undang jadi undang-undang.
"Di waktu yang sangat terbatas ini masyarakat butuh tahu update dan pembaruan draft yang ada. oleh karena itu DPR dan pemerintah harus mempublikasi draft tersebut lewat kanal kanal terbuka," kata Rozy kepada CNNIndonesia.com, Rabu (30/11).
"Di masa yang krusial ini pula pelibatan publik harus maksimal di lakukan, bukannya menutup diri terhadap proses yang ada," imbuhnya.
CNNIndonesia.com dalam beberapa terakhir ini mencoba mendapatkan draf terbaru RKUHP yang akan dibawa ke paripurna DPR.
Hingga berita ini ditulis, belum ada konfirmasi dari Komisi III DPR terkait naskah terbaru RKUHP. CNNIndonesia.com, telah menghubungi sejumlah anggota Komisi III DPR, namun tak mendapat respons.
Sementara, Sekretaris Komisu III, Novianti mengaku telah menerima naskah perbaikan hasil rapat pleno di Komisi III pada 24 November dari pemerintah. Namun, dia enggan memberikan naskah tersebut karena alasan tengah dalam perbaikan teknis.
"Sudah, hanya saja masih ada koreksian redaksional," kata Novi kepada CNNIndonesia.com, Rabu (30/11).
Tolak Muatan Pasal Kontroversial di RKUHP
Selain itu, sejumlah organisasi nonpemerintah yang ada dalam koalisi sipil itu menolak draf final RKUHP yang masih memuat pasal-pasal kontroversial, dan mendesak pemerintah dan DPR menunda pengesahannya.
Rozy mengatakan pihaknya menilai draf RKUHP harus dibahas ulang secara tuntas. Sebab, banyak pasal yang bermasalah dan berpotensi mengkriminalisasi sipil.
"Kami tolak sebelum pasal pasal bermasalah tersebur dicabut. Tunda untuk semua," kata Rozy.
Menurut pihaknya, pemerintah dan DPR menerapkan konsep berpikir yang salah terkait RKUHP.
Pemerintah bersama DPR, katanya, malah menetapkan tanggal pengesahan terlebih dahulu, ketimbang mendengarkan masukan dari masyarakat sipil.
Konsep berpikir tersebut, kata Rozy, akan membuat pengesahan RKUHP seolah kejar tayang.
"Sepertinya ada konsep berpikir yang salah denga DPR dan pemerintah ya. Idealnya dibahas secara tuntas dan komperhensif terlebih dulu. Mendengar masukan masyarakat secara maksimal," ucap dia.
"Bukan justru tetapkan tanggal duluan di tanggal 15 Desember nanti. Pasti akan kejar tayang, terburu buru dan tergesa gesa. Ini merupakan lanjutan dari proses legislasi yang buruk dari DPR bersama pemerintah," imbuhnya.
Sementara itu, LBH Jakarta juga berpendapat DPR dan pemerintah harus memundurkan pengesahan dan merevisi draf final tersebut karena dinilai masih bermuatan pasal yang dinilai bermasalah.
Adapun beberapa pasal yang bermasalah menurut LBH Jakarta dan LSM lainnya yakni terkait Living Law. Menurut mereka, pasal tersebut berbahaya karena mempermudah kriminalisasi akan semakin mudah.
"Perempuan dan kelompok rentan lainnya merupakan pihak yang berpotensi dirugikan dengan adanya pasal ini, sebab saat ini masih banyak terdapat perda diskriminatif," kata perwakilan koalisi dari LBH Jakarta, Citra Referandum dalam keterangan tertulisnya.
Kemudian pasal terkait perampasan aset untuk denda individu. Menurut koalisi sipil, hukuman kumulatif berupa denda akan semakin memiskinkan masyarakat miskin dan memperkuat penguasa.
"Metode hukuman kumulatif ini merupakan metode yang sangat kolonial dan hanya menjadi ruang bagi negara untungk memeras atau mencari untuk dari rakyat," tuturnya.
Lalu, pasal terkait penghinaan presiden, lembaga negara, dan pemerintah. Pasal-pasal tersebut dinilai sebagai pasal antikritik karena masyarakat yang mengkritik presiden dapat dituduh menghina dan berujung pada pidana.
Diketahui, pembahasan Revisi KUHP antara pemerintah dan DPR sudah di tahap akhir. DPR sudah mengesahkannya di tingkat I, sehingga tinggal dibawa ke paripurna untuk disahkan. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan RKUHP akan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR sebelum masa reses pada 15 Desember 2022.
"Ya, menurut hasil komunikasi dengan Ibu Ketua DPR bahwa dalam waktu dekat kita akan rapim dan Insya Allah sebelum kami memasuki masa reses di masa sidang ini, RUU KUHP akan disahkan di paripurna DPR," kata Dasco di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (25/11).
(yla, thr/kid)