Desi Permatasari terisak saat kembali menceritakan kronologi buah hatinya yang saat ini harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr Cipto Mangunkusumo atau RSCM Jakarta akibat penyakit Gangguan Ginjal Akut progresif Atipikal (GGAPA).
Putrinya bernama Shenna (4,5 tahun) masih terbujur di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Kaki dan tangannya masih kaku, matanya terbuka namun kosong dan tidak merespons.
Bagian belakang kepalanya juga mengalami ulkus dekubitus lantaran posisi tubuh Shenna tidak berganti dalam waktu yang lama. Shenna yang sudah dirawat sejak tiga bulan lalu itu sempat mengalami koma.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dokter bilang saat itu keadaan Shenna sempat berat, sulit untuk kembali dia seperti semula," kata Desi di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (30/11).
Desi kemudian membeberkan kronologi Shenna hingga berakhir didiagnosis GGAPA oleh RSCM. Shenna semula mengalami sakit dengan gejala klinis batuk, pilek, dan demam. Saat itu Desi langsung membawa buah hatinya ke rumah sakit terdekat lantaran suhu badan Shenna mencapai 40 derajat.
"Di situ dikasih obat sirop parasetamol," kata dia.
Sekira dua hari setelahnya, Shenna muntah. Gadis cilik itu di suatu tengah malam ingin buang air kecil (BAK), namun ia mengalami anuria alias tidak bisa kencing sama sekali. Keesokan paginya, Desi kembali membawa Shenna ke rumah sakit disertai kondisi anaknya yang masih muntah-muntah.
"Besoknya, Sabtu, karena urinnya enggak keluar, terus yang dicek darahnya dan di situ baru terlihat kalau kadar urin kreatininnya tinggi dan dirujuk ke RSCM," ujar Desi.
Pada hari Minggu, Shenna dibawa ke UGD RSCM dan kemudian dimasukkan ke ruang PICU. Selanjutnya, Shenna menjalani hemodialisis atau cuci darah. Saat itu, kondisi Shenna masih sadar, masih bisa diajak berkomunikasi dan juga masih bisa bercerita.
Setelah dua hari dirawat di PICU, Shenna dipindah ke ruang perawatan biasa dan kembali menjalani cuci darah. Sekitar 4 hingga 5 hari di ruangan itu, Shenna kembali lemas dan drop, sehingga kembali dibawa ke PICU dan harus dipasang ventilator.
"Hari Selasanya, dia jadwal cuci darah tapi enggak bisa karena selang CDL (catheter double lumen) mampet. Terus kita ditelefon, disuruh ke PICU ketemu dokter, dari situ dokter menjelaskan bahwa Sheena keadaannya sekarang koma, dia koma, dia pendarahan hebat, dia kejang-kejang," jelasnya.
Saat itu, Desi melihat Shenna kejang-kejang dan mengeluarkan banyak darah dari mulut dan hidungnya. Menurut dokter, Shenna mengalami pendarahan juga di lambung, sehingga tidak bisa asupi makanan dan susu.
"Itu mengakibatkan berat badan dia turun, ya tiga minggu atau hampir sebulan itu dia badannya tinggal kulit sama tulang," imbuhnya masih terisak.
Setelah hampir dua bulan Shenna dirawat di PICU, buah hati Desi itu kembali dipindahkan ke ruang perawatan. Dengan seiring waktu juga, Shenna sudah mulai bisa menggerakkan jari-jarinya dan matanya mulai sedikit bergerak.
"Saya berharap, anak-anak yang keracunan obat sirop itu mendapatkan pengobatan yang prioritas. Terutama untuk anak-anak yang masih berobat jalan atau di lantai perawatan, Itu saya harap masih bisa dirawat intensif, prioritas," tutup Desi.
Dalam kesempatan yang sama, Tey David Sulu yang merupakan ayah dari pasien GGAPA, Alvaro (4 tahun) bercerita nasib serupa juga dialami anaknya. Buah hatinya memang sudah dalam kondisi sadar, namun ia kehilangan memori dan tidak mengenal keluarganya.
Selain itu, Alvaro harus menggunakan trakeostomi sebagai alat bantu pernapasan.
"Saya cuman bantu memori dia, mainan dia, apapun yang dia mau, saya bawa semua, "Dek, ini mainan". Dia lihat saya seperti orang asing saja, enggak kenal," kata David.
David lantas mendesak agar Kementerian Kesehatan tidak menggampangkan penanganan kasus GGAPA dan memberikan anggapan bahwa kasus ini telah selesai. Hal itu menurutnya telah menyakiti perasaan banyak korban.
Ia mengatakan dampak psikologis yang dialami para keluarga korban cukup serius, sebab sejumlah pasien mengalami kerusakan organ lain seperti paru-paru hingga saraf.
"Jadi saya berharap juga untuk penanganan anak-anak kami, lebih intensif lagi. Karena untuk pengobatan ini, anak-anak ini kena keracunan obat, butuh perawatan lanjut yang intensif, bukan hanya sekedar sembuh sekarang, pulang, sudah 'okay fine'," ujarnya.
Lebih lanjut, baik David dan Desi mengaku sama sekali belum pernah mendapat atensi dan kunjungan dari pemerintah. Mereka juga sama sekali belum menerima bantuan materiil atau santunan dari pemerintah.
"Ya tolong lah pemerintah ke sini, kami sudah jatuh, masih tertimpa tangga lagi. Jadi itu saja kalau dari saya orang tua Alvaro," pungkasnya.