Dua korban kekerasan seksual Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi, IP dan MNK menangis di Kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Mereka menyebut vonis hakim yang menjatuhkan hukuman penjara tujuh tahun kepada anak Kiai Jombang tersebut tidak adil. Sebab, mereka telah mengalami pelecehan, tekanan dan trauma.
Belum lagi, mereka butuh keberanian yang besar untuk berbicara (speak up) hingga menyeret pelaku ke jalur hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat saya mengetahui hukuman hanya tujuh tahun, saya rasa itu tidak berkeadilan bagi kami. Bagi saya dan para korban," kata MNK di suatu ruangan terpisah di LPSK.
MNK mengalami kekerasan seksual pada tahun 2017. Namun, bukan dukungan dan perlindungan yang dia dapat. MNK justru dipaksa meminta maaf kepada Bechi.
"Saya didatangi banyak bapak-bapak saya dipaksa meminta maaf kepada terdakwa," ujarnya.
MNK dituduh berbohong dan terus mendapatkan tekanan dari pihak sekitar. Tak kuat dengan tekanan itu, MNK akhirnya melarikan diri dari pondok pesantren.
"Saya ketakutan karena mereka terus mengincar saya. Setelah itu, saat itu juga saya kabur dari pondok, saya mencari tempat perlindungan," tuturnya sembari menahan tangis.
Sama halnya dengan MNK, IP juga tidak terima dengan putusan hakim. Menurutnya, Bechi harus dihukum seberat-beratnya.
"Saya merasa hukuman tersebut tidak sebanding dengan berbagai kekerasan yang saya alami," ucap dia.
"Saya ingin Bechi dihukum seberat-beratnya, minimal sesuai dengan tuntutan JPU," imbuhnya.
Dalam sidang vonis, Majelis Hakim PN Surabaya menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada Bechi. Majelis hakim menilai Bechi terbukti secara sah melanggar Pasal 289 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP UU 8 Tahun 1981.
Bechi dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara, dikurangi masa tahanan yang sudah dijalaninya sejak beberapa bulan lalu.
Putusan itu jauh lebih ringan dari tuntutan JPU seberat 16 tahun penjara. JPU juga menggunakan pasal yang berbeda yakni Pasal 285 KUHP soal Pemerkosaan.
(isn/yla/isn)