Komisi X Beber Opsi Jerman Tarik Akademisi hingga Wisatawan Imbas KUHP

CNN Indonesia
Jumat, 09 Des 2022 13:26 WIB
Jerman disebut sedang pertimbangkan mengalihkan akademisi, mahasiswa hingga wisatawan ke negara lain yang tak punya UU seperti KUHP.
Wakil Ketua Komisi X DPR mengungkap Jerman tidak nyaman dengan langkah pemerintah dan DPR mengesahkan RKUHP. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Wakil Ketua Komisi X dari Fraksi Demokrat Dede Yusuf mengungkap keluhan dan rencana Jerman menarik akademisi hingga wisatawan dari Indonesia buntut pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU pada Sidang Paripurna pada pada Selasa (6/12).

Dede mengatakan rencana Jerman itu tidak diutarakan tertulis secara resmi, melainkan dari hasil obrolan antara Komisi X dan delegasi Komisi Pendidikan dari Parlemen Jerman yang berlangsung Senin (5/12) lalu, sehari sebelum KUHP baru disahkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi mereka sempat menyebutkan, 'mungkin kalau itu terjadi [KUHP baru], kami akan berpikir untuk mengirimkan mahasiswa kami atau akademisi kami ke negara yang lain, yang tidak punya UU seperti itu' begitu. Seperti Thailand kan tidak ada, Malaysia pun juga tidak ada," kata Dede saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (9/12).

Dede menyebut mereka telah membaca informasi dari media internasional terkait draf RKUHP yang mayoritas menyoroti aturan dalam hal-hal privat, seperti pada pasal 411-413 tentang perzinaan.

Delegasi Jerman tersebut menurut Dede merasa khawatir karena aturan tersebut sensitif.

"Mereka bilang bagi wisatawan asing mungkin tidak nyaman, takut juga, namanya wisatawan asing, termasuk mahasiswa ataupun dosen-dosen akademisi yang ada di sebuah negara, karena itu kan sensitif ya," ujar Dede.

"Dosen-dosen atau akademisi Jerman yang ada di sini pun ya mereka juga kan masalah HAM sangat kental lah ya sehingga mereka menanyakan. Saya pikir itu kan hal wajar ditanyakan bangsa asing," imbuhnya.

Namun Dede menjelaskan bahwa pasal-pasal yang dikhawatirkan tersebut bersifat delik aduan. Artinya, tidak sembarang orang bisa melaporkan seseorang menggunakan pasal tersebut.

Tindakan yang dilarang pasal-pasal tersebut tidak akan dituntut kecuali atas pengaduan suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan dan orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

"Sehingga menurut saya sih ini masalah sosialisasi saja, karena belum tentu seperti yang mereka duga. Karena berita yang keluar kan tidak ada penjelasan soal delik aduan itu," kata dia.

Lebih lanjut, Eks Wakil Gubernur Jawa Barat menilai, polemik panjang RKUHP menjadi produk hukum anyar ini tidak hanya berpusat pada pokok permasalahan pro dan kontra. Namun menurutnya banyaknya pihak yang belum mengetahui aturan baru ini, sehingga berpotensi salah tafsir.

Dede berharap ini jadi pembelajaran pemerintah agar KUHP baru ini segera disosialisasi baik kepada aparat penegak hukum, institusi pendidikan, masyarakat, hingga pengusaha pariwisata seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).

"Kami pun dari fraksi Demokrat menolak jika terus kemudian ini menjadi sarana pemerasan dari aparat hukum, dikit-dikit main ketok kamar, gerebek kamar, dan sebagainya. Itu tidak boleh, tiap orang punya hak," ujar Dede.

KUHP juga mendapat sorotan dan kritik dari negara lain seperti Amerika Serikat, Australia, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Sung Yong Kim mengkritik undang-undang baru itu tepat saat hari pengesahan.

Ia mengaku prihatin pasal-pasal moralitas yang mencoba mengatur rumah tangga antara orang dewasa yang saling menyetujui bisa berdampak negatif terhadap iklim investasi di Indonesia.

Sementara PBB menilai KUHP yang sudah disahkan tak sesuai dengan kebebasan, hak asasi manusia (HAM), dan hak atas kesetaraan.

(khr/wis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER