Kompolnas menyebut kasus dugaan suap Ismail Bolong yang menyeret Kabareskrim Komjen Agus Andrianto bakal diusut usai kasus kepemilikan tambang ilegal di wilayah Kalimantan Timur rampung.
Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto, menyebut, saat ini Mabes Polri tengah berupaya merampungkan kasus kepemilikan tambang ilegal yang dimiliki Ismail Bolong tersebut.
Setelah hal itu telah rampung diusut, Benny mengatakan akan dilakukan pengembangan terkait pihak-pihak yang diduga mengetahui praktik tambang tersebut. Puncaknya, kata dia, Polri akan mengusut aliran dana hasil tambang ilegal milik Ismail Bolong itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tahapannya pembuktian dulu, jadi tidak lompat. Jadi perlu membangun konstruksinya," ujarnya kepada wartawan usai Apel Kasatwil 2022 Polri, Rabu (14/12).
"Yaitu betul ada tambang ilegal, bisnisnya ada, hasilnya segini jumlahnya. Baru kenapa bisa jalan terus, siapa yang melindungi, pihak mana saja. Langkah berikutnya, uang itu ke mana," sambungnya.
Benny menyebut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bakal dilibatkan untuk mengusut aliran dana tambang ilegal Ismail Bolong.
"Dalam konteks (aliran dana) ini perlu pelibatan dari PPATK," kata Benny.
Benny mengatakan pendalaman aliran dana itu akan dilakukan u sai Polri rampung mengusut kasus kepemilikan tambang ilegal Ismail Bolong di wilayah Kalimantan Timur.
Dalam kasus tambang ilegal di Kaltim, total ada tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Budi (BP) sebagai penambang batu bara tanpa izin, Rinto (RP) selaku Direktur PT EMP, dan Ismail Bolong selaku Komisaris PT EMP.
Berdasarkan perannya, Ismail Bolong disebut bertugas mengatur kegiatan pertambangan ilegal di lingkungan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Santan Batubara (SB).
Atas perbuatannya, Ismail Bolong dan dua orang lainnya dijerat dengan Pasal 158 dan pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Mereka terancam hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Ismail Bolong menjadi perbincangan usai mengaku sebagai pengepul batu bara ilegal di Kaltim dan menyebut ada aliran dana kepada sejumlah anggota Polri. Salah satunya, Ismail pernah memberikan uang koordinasi dengan total Rp6 miliar ke Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.
Namun, beberapa waktu setelah membuat pengakuan itu, Ismail justru menyampaikan permintaan maaf kepada Agus. Ia mengatakan saat itu di bawah tekanan Brigjen Hendra Kurniawan yang kala itu masih menjabat sebagai Karopaminal Polri.
Kemudian, terdapat dua salinan laporan hasil penyelidikan (LHP) yang dilakukan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait penambangan batu bara ilegal yang dibekingi dan dikoordinasikan oleh anggota Polri serta Pejabat Utama (PJU) Polda Kaltim. LHP itu masing-masing tercatat pada 18 Maret 2022 dan 7 April 2022.
Brigjen Hendra Kurniawan telah mengamini dugaan keterlibatan Agus dalam tambang ilegal di Kaltim. Agus disebut menerima setoran sebagai uang koordinasi.
Eks Kadiv Propam Mabes Polri Ferdy Sambo juga membenarkan LHP tersebut. Sambo bahkan mengaku sudah menyerahkan LHP Ismail Bolong kepada pimpinan Polri.
Sementara itu, Komjen Agus membantah pernah diperiksa Propam Polri terkait dugaan suap yang melibatkan Ismail Bolong. Ia bahkan menantang Propam Polri untuk membuka Berita Acara Pemeriksaan (BAP) untuk membuktikan pernyataannya.