Warga Desa Pangelak, Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, berhasil mengembangkan dan memanfaatkan upak pontutn (kulit kayu) menjadi peralatan hidup yang memiliki nilai seni dan unsur budaya Dayak Deah, bahkan membuatnya memiliki nilai jual.
Upak pontutn sendiri merupakan suatu warisan budaya Dayak Deah sebagai bahan utama untuk mengolah peralatan hidup seperti tas kecil, baju kulit kayu, aksesoris, dan lain-lain. Adapun mayoritas penduduk Desa Pengelak adalah suku Dayak Deah dengan mata pencarian sebagai petani.
Seiring waktu, olahan peralatan hidup dari upak pontutn sudah mulai jarang dikembangkan. Kulit kayu tersebut hanya diolah mengikuti bentuk atau hasil olahan yang sudah ada sebelumnya, sehingga tidak mengalami perkembangan.
Selain itu, salah satu kesulitan yang dihadapi masyarakat Desa Pengelak adalah belum ditemukan cara pengolahan melalui metode pewarnaan untuk mengawetkan kulit kayu. Untuk mengatasi hal ini, warga Desa Pangelak memberi edukasi kepada generasi muda tentang potensi upak pontutn sebagai ikon dari Dayak Deah.
Hal itu sekaligus menjadi ajakan bagi generasi penerus untuk mengolah upak pontutn agar olahan kulit kayu tersebut tidak hilang seiring perkembangan zaman.
![]() |
Suhadi, seorang pemuda penggerak di Desa Pangelak bersama warga desanya berinisiatif menyelenggarakan lokakarya pengolahan kulit kayu dan pembuatan lukisan kulit kayu pada November 2022. Tujuannya, memunculkan kembali motif-motif Dayak Deah dalam olahan peralatan hidup yang dibuat, misalnya lukisan dinding dari kulit kayu serta tas kecil, seperti yang telah dipamerkan pada awal Desember 2022.
Suhadi merupakan Daya Warga dari Desa Pangelak. Daya Desa dan Daya Warga adalah sebutan untuk tokoh penggerak Pemajuan Kebudayaan Desa, sebuah program prioritas yang digagas oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Ditjen Kebudayaan, Kemendikbudristek) sejak 2021.
Pada tahun yang sama, Daya Desa dan Daya Warga dari Desa Pangelak mendapatkan motif-motif Dayak Deah dari hasil riset. Setelah melalui proses temu kenali budaya, diketahui bahwa ragam motif tersebut memiliki arti mendalam bagi masyarakat Dayak Deah.
"Kami riset untuk menggali kembali motif-motif Dayak Deah dengan mendatangi tokoh-tokoh adat sebagai narasumber. Kemudian hasil riset terhadap motif-motif tersebut diputuskan lewat musyawarah adat dengan seluruh tokoh adat dan pemerintahan desa," ujar Suhadi.
Pemajuan Kebudayaan Desa merupakan platform kerja bersama membangun desa mandiri melalui peningkatan ketahanan budaya dan kontribusi budaya desa di tengah peradaban dunia.Kemendikbudristek melalui Ditjen Kebudayaan menegaskan akan terus menggaungkan semangat pemajuan budaya, khususnya di wilayah pedesaan.
![]() |
Tujuan Program Pemajuan Kebudayaan Desa adalah mendukung proses dan mewujudkan inisiatif pemajuan kebudayaan melalui pemberdayaan masyarakat desa. Inisiatif pemajuan kebudayaan tersebut diharapkan dapat tertuang melalui Dokumen Pemajuan Kebudayaan Desa yang kemudian menjadi landasan dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa).
Hal ini disebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang menyatakan bahwa pemajuan kebudayaan adalah upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.
Program Pemajuan Kebudayaan Desa memiliki tiga tahapan, yaitu Temu Kenali Potensi, Pengembangan, dan Pemanfaatan. Ketiga tahap tersebut memberdayakan seluruh unsur masyarakat desa, seperti kepala desa, kepala adat, tokoh masyarakat, dan para pemuda.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, menyampaikan bahwa peran aktif dan kolaborasi antara warga, perangkat desa, dan pendampingan oleh Daya Desa serta Penggiat Budaya telah berhasil menghasilkan program yang komprehensif.
"Semangat program Pemajuan Kebudayaan Desa adalah membuka akses informasi, membuka akses jaringan, dan membuka akses pasar bagi masyarakat desa. Selain itu, program ini juga bertujuan sebagai wadah ekspresi serta membuka ruang-ruang budaya yang selama ini sudah banyak dilakukan oleh masyarakat desa," kata Hilmar.
(*/*)