Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai lambannya penangkapan tersangka dugaan suap dan gratifikasi, Gubernur Papua Lukas Enembe dapat berpotensi dicontoh tersangka korupsi lain.
Koordinator ICW Agus Sunaryanto menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mesti mengerahkan upaya yang lebih tegas dalam menangani Enembe. Salah satunya, melibatkan Brimob dari sisi keamanan.
Menurut Agus, KPK telah melakukan upaya-upaya persuasif, termasuk mendatangkan dokter untuk Enembe. Langkah itu, kata dia, mestinya dapat menjadi legitimasi kondisi kesehatan Enembe yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan sampai ini jadi preseden bagi tersangka korupsi lain melakukan modus yang sama. Sehingga kemudian 'Ah ini tidak jadi ditangkap nih, alasan sakit,' kemudian membangun isu akan ada kerusuhan misalnya. Saya khawatir itu akan terjadi ke depan," ujar Agus dalam acara peluncuran Outlook 2023 di Kedai Tjikini, Jakarta, Jumat (6/1).
"Ini jadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi karena kemudian dianggapnya aparat penegak hukumnya lemah, bisa didikte tersangka korupsi," sambung Agus.
Agus menilai hal itu mesti dilakukan secara cepat. Dia kemudian menyinggung situasi yang tak ada kerusuhan kala KPK menyambangi Enembe ke Papua.
"Karena situasi ketika KPK datang ke sana kemudian didampingi oleh penegak hukum toh tidak ada situasi yang luar biasa, situasi kerusuhan," jelas Agus.
Di sisi lain, lembaga antirasuah menahan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka selama 20 hari dalam kasus dugaan korupsi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.
Penahanan dilakukan setelah Rijatono menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada hari ini, Kamis (5/1).
KPK turut menetapkan Enembe sebagai tersangka dalam perkara ini. Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Tipikor.
Kendati demikian, Enembe belum ditahan dengan alasan sakit.