Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengeluarkan aturan baru shared competency untuk mengatasi rebutan klaim pelayanan kesehatan bagi dokter spesialis atau dokter gigi spesialis dan dokter subspesialis atau dokter gigi subspesialis yang bertugas di rumah sakit.
Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/5/2023 yang diteken Menkes Budi pada Rabu (4/1) lalu. Budi mengatakan aturan ini bertujuan agar pelayanan kepada pasien lebih berkualitas dan tidak ada saling 'sikut-sikutan' atau klaim pelayanan oleh dokter spesialis maupun subspesialis.
"Diperlukan penataan penerapan shared competency agar pelayanan kesehatan kepada pasien menjadi berkualitas dan tidak ada saling klaim pelayanan oleh dokter spesialis dan dokter subspesialis," kata Budi dalam keterangannya dikutip dari situs resmi Kemenkes, Senin (9/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi menjelaskan setiap dokter spesialis maupun subspesialis dalam menjalankan praktiknya memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimilikinya.
Namun dalam pelaksanaan di lapangan, suatu pelayanan medis tertentu ternyata dapat dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter subspesialis dari bidang spesialisasi atau subspesialisasi yang berbeda karena memiliki kompetensi yang sama atau bersinggungan.
"Tak jarang, sering terjadi desakan yang berdampak pada pelayanan kesehatan kepada para pasien," imbuhnya.
Dengan demikian, setiap kolegium dari spesialisasi yang berbeda menurutnya dapat menyatakan bahwa para dokter spesialis atau subspesialis kompeten untuk melakukan pelayanan medis tertentu. Hal itu dibuktikan dengan sertifikat kompetensi atau sertifikat kompetensi tambahan yang dikeluarkan kolegium terkait.
Untuk itu, Budi meminta agar masing-masing direktur rumah sakit untuk mulai menerapkan shared competency, serta melaporkan hasil monitoring dan evaluasi penerapan shared competency setiap tiga bulan sekali kepada Menteri Kesehatan melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan.
Kementerian Kesehatan menurut Budi sudah menjamin untuk melakukan pembinaan dan pengawasan atas penerapan shared competency di rumah sakit, termasuk dalam penggunaan sarana, prasarana, dan alat kesehatan.
Adapun penerapan shared competency di rumah sakit, termasuk dalam penggunaan sarana, prasarana, dan alat kesehatan menjadi salah satu unsur penilaian dalam proses akreditasi maupun reakreditasi rumah sakit.
Sementara untuk kewajiban tenaga medis, Budi meminta agar setiap tenaga kesehatan harus memiliki standar kompetensi yang telah disahkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atau buku putih masing-masing bidang spesialis atau subspesialis.
Selain itu, tenaga kesehatan juga wajib memiliki clinical appointment berdasarkan rekomendasi komite medik dari kepala atau direktur rumah sakit tempatnya bertugas.
"Rekomendasi komite medik diberikan berdasarkan sertifikat kompetensi atau sertifikat kompetensi tambahan atau dokumen lain yang membuktikan kompetensi yang dimiliki tenaga medis," ujar Budi.
"Dan kepala atau direktur rumah sakit wajib menerapkan manajemen pelayanan yang berorientasi pada keselamatan pasien dengan pendekatan multidisiplin dan tepat guna mulai dari berbagai prosedur diagnostik, tindakan medis sampai dengan terapi pengobatan terhadap pasien," imbuhnya.
(khr/gil)