Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam sidang uji materi Pasal 168 Ayat (2) UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal tersebut mengatur soal pola pencoblosan di pemilu. Penggugat merasa sistem proporsional terbuka (coblos caleg) tidak sesuai dengan UUD 1945.
Akan tetapi, PKS menganggap sebaliknya. Sistem proporsional terbuka yang dipakai selama ini patut dipertahankan ketimbang sistem proporsional tertutup (coblos partai).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penggunaan sistem proporsional tertutup justru malah akan memukul mundur demokrasi Indonesia. Oleh karena itu, kami berharap MK menerima permohonan kami sebagai pihak terkait dalam judicial review ini," kata Wasekjen Hukum dan Advokasi DPP PKS Zainudin Paru mengutip situs resmi PKS.
Penolakan PKS bersandar pada putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008. Dalam putusan itu, MK memberi jalan bagi penerapan sistem proporsional terbuka di pemilu.
MK menyebut sistem proporsional terbuka memberi ruang bagi pemilih atau masyarakat untuk mengenal, memilih, dan menetapkan wakil mereka di parlemen.
PKS berharap MK konsisten dengan putusannya. PKS pun berusaha berusaha mengingatkan MK lewat permohonan menjadi pihak terkait.
"Pendaftaran permohonan sebagai Pihak Terkait untuk meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tetap konsisten dengan putusannya pada 2008 lalu bahwa Pemilu digelar dengan sistem proporsional terbuka sesuai pasal 168 ayat 2 UU Pemilu Tahun 2017," ucapnya.
Lihat Juga : |
Sebelumnya, sejumlah politisi menggugat ketentuan sistem proporsional terbuka dalam Pasal 168 Ayat 2 dalam UU Pemilu. Mereka ingin MK menerapkan kembali sistem proporsional tertutup.
Pada sistem yang berlaku saat ini, pemilih dipersilakan memilih partai ataupun caleg dalam surat suara.
Adapun sistem proporsional tertutup, hanya ada logo partai politik di surat suara. Partai punya kuasa penuh memilih orang-orang yang akan menjadi caleg setelah mendapat suara dan jatah kursi.
(dhf/bmw)