KPA: Wilayah Terdampak Konflik Agraria 2022 Naik 100 Persen

CNN Indonesia
Rabu, 11 Jan 2023 12:26 WIB
Ilustrasi, Konfik agraria meningkat sepanjang 2022. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengungkapkan luas wilayah yang terdampak oleh konflik agraria pada 2022 naik 100 persen dari tahun sebelumnya. Sementara korbannya naik menjadi 43 persen.

Sekretaris Jendral (Sekjen) KPA Dewi Kartika menyebut ada 212 letusan konflik agraria sepanjang 2022 di berbagai sektor investasi dan bisnis berbasis korporasi. Konflik tersebut terjadi di 459 desa dan kota di Indonesia.

Secara total, letusan konflik terjadi di atas tanah seluas 1.035.613 hektar. Sementara masyarakat yang terdampak konflik agraria setidaknya 346.402 kepala keluarga (KK).

"Letusan konflik agraria di tahun 2022 memperlihatkan kenaikan, yakni dari 207 letusan pada tahun 2021 menjadi 212 pada tahun 2022," kata Dewi dalam keterangan tertulis, Rabu (11/1).

"Meskipun kenaikannya tidak signifikan, namun dari sisi luasan wilayah terdampak konflik agraria naik drastis hingga 100 persen dibanding tahun 2021," imbuhnya.

Dari 212 letusan konflik yang terjadi, 99 kasus disumbang oleh sektor perkebunan dengan luasan wilayah konflik mencapai 377.197 hektar dan mengakibatkan korban terdampak sebanyak 141.001 KK.

Dari total 99 letusan konflik yang terjadi di sektor perkebunan tersebut, 80-nya terjadi di perkebunan sawit. Selanjutnya, perkebunan dengan jenis komoditas teh, kelapa, kakao dan karet masing-masing menyumbang 4 letusan konflik.

"Seterusnya konflik akibat perkebunan kopi dan tebu sebanyak 1 (satu) letusan konflik," ujarnya.

Menurut Dewi, tingginya letusan konflik agraria di sektor perkebunan dan bisnis sawit merupakan persoalan klasik yang tidak kunjung terpecahkan oleh pemerintah. Dewei menilai hambatan utamanya, bisnis persawitan masih menjadi anak emas pemerintahan dalam menggenjot perekonomian nasional.

Posisi kedua penyumbang konflik terbanyak terjadi di sektor pembangunan infrastruktur sebanyak 32 letusan konflik dengan luas mencapai 102.752 hektar dan berdampak pada 28.795 KK. Konflik di sektor ini didominasi oleh proyek-proyek pembangunan infrastruktur penunjang pariwisata dan bendungan.

"Sebanyak 5 kasus letusan konflik, jalan tol dan pembangkit listrik menyumbang 4 letusan konflik. Pembangunan jalan, pelabuhan dan fasilitas umum sebanyak 3 letusan konflik," ujarnya.

Selanjutnya, di sektor bisnis properti, konflik agraria meletus sebanyak 26 kali dengan luasan 4.572 hektar dan melibatkan 15.957 KK. Letusan konflik di sektor ini didominasi oleh klaim aset pemerintah di tanah dan pemukiman masyarakat. Letusan konfliknya mencapai 13 kali.

Pada posisi keempat, terdapat konflik masyarakat dengan para perusahaan pengembangan perumahan sebanyak 8 kali letusan konflik. Berikutnya, konflik agraria di sektor pertambangan sebanyak 21 letusan konflik dengan luasan mencapai 213.048 hektar dan melibatkan 122.082 KK.

"Letusan konflik di sektor ini didominasi oleh pertambangan batubara dan nikel masing-masing sebanyak 7 (tujuh) letusan konflik," ucap dia.

"Disusul tambang emas dengan 4 (empat) letusan konflik. Sisanya, tambang pasir, seng dan batu andesit masing-masing sebanyak 1 (satu) letusan konflik," imbuhnya.

Dewi menyebut dominasi ketiga sektor di atas (perkebunan, pembangunan infrastruktur dan tambang) tidak mengherankan. Sebab, ketiganya merupakan proyek-proyek unggulan pemerintah.

Apalagi, kata Dewi, investasi dan bisnis di sektor pertambangan sering diklaim sebagai salah satu tumpuan pemulihan ekonomi nasional setelah dihantam badai Covid-19.

"Pertambangan nikel sendiri misalnya, erat kaitannya dengan rencana pemerintah Indonesia untuk menguasai pasar listrik global," tuturnya.

"Termasuk pembangunan industri dalam negeri seperti pembangunan kawasan Ibu Kota Negara (IKN) yang rencananya sebagian besar akan ditopang transportasi berbasis listrik," imbuhnya.

(yla/dal)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK