Hasil survei, 17 persen menyatakan tidak sanggup membayar UKT; 67 persen menyatakan mungkin sanggup; dan 15 persen menyatakan sanggup catatan, seperti diangsur, mahasiswa bekerja paruh waktu atau keluarga terpaksa berhutang maupun menjual barang.
Separuh dari responden adalah mahasiswa baru angkatan 2022 kemarin yang belum bisa mengajukan penurunan, sementara penggolongan UKT semester awal masuk dirasa tidak sesuai dengan kemampuan pembayarnya yang berprofesi sebagai petani atau buruh lepas dan lain sebagainya.
Hasil survei juga belum mendapati penurunan golongan UKT lebih dari satu grade berdasarkan skema pengajuan yang diatur oleh kampus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
UNY bergerak selain itu menemukan solusi lain di luar skema dan ditawarkan kampus, yakni jalur pengajuan langsung ke rektorat juga hanya melempar mahasiswanya ke sana kemari tanpa jalan keluar konkrit.
"Jadi menurut kami, skema yang disediakan kampus indikatornya bermasalah, dan skema case by case (pengajuan langsung) belum menyelesaikan masalah. Lalu juga nggak ada penetapan UKT yang benar, mahasiswa baru bisa dapat UKT yang di luar kemampannya," paparnya.
UNY Bergerak yang terdiri dari aliansi mahasiswa dan organisasi kolektif di UNY menuntut penambahan skema penyesuaian UKT berdasarkan kondisi sosial ekonomi mahasiswa; perbaikan indikator dalam pengajuan penyesuaian UKT yang juga melibatkan mahasiswa dalam perumusannya; perubahan tenggat waktu pembayaran.
"Ini juga semua kita lihat sesuai dengan UU Dikti dan Permendikbud. Karena di situ ada regulasi penyesuaian UKT dengan kondisi ekonomi menurun. Sementara di UNY hanya untuk yang orangtuanya meninggal dan mahasiswa semester akhir," pungkasnya.
Terpisah, Rektor UNY Sumaryanto menyebut persyaratan yang tercantum dalam regulasi terbaru tak selamanya menjadi acuan skema penurunan atau penyesuaian UKT di kampusnya. Persyaratan 'orangtua meninggal' diklaim bukan satu-satunya pula dalam skema penyesuaian UKT secara permanen.
"Kecelakaan, atau kena bencana, atau di PHK banyak kok skema alasannya, yang penting mahasiswa jujur kita akan bantu, garansinya insyaallah kalau memang betul-betul kesulitan seperti itu langsung membuat surat. Misalnya diturunkan satu grade setelah itu minta tambah ngajukan surat sudah bisa jadi saya verifikasi langsung anak itu," katanya saat dihubungi.
Setiap mahasiswa juga diperkenankan mengajukan keberatan atas hasil kajian rektorat terkait penyesuaian UKT ini. Sepanjang alasannya itu berterima, Sumaryanto menjamin adanya penyesuaian.
Dia juga menegaskan jika penurunan UKT tak hanya terbatas untuk satu golongan saja. Dia mengatakan, selama bukti relevan yang diajukan patut dipertimbangkan maka penurunan bisa hingga ke golongan terendah. Sumaryanto mengklaim sudah banyak mahasiswa yang terbantu lewat penyesuaian atau pengurangan UKT lebih dari satu golongan.
"Atas kajian kita bisa turun satu grade atau dua grade. Atau kalau memang ditemukan data yang valid bisa sampai ke Rp500 ribu per semester (golongan I). Kalau masih keberatan bisa anak itu kita backup dengan dana dompet pendidikan atau bapak ibu asuh yang ada di UNY. Saya termasuk bapak asuh," pungkasnya.
Sebelumnya, akun @rgantas menceritakan kisah NRFA alias R, mahasiswi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UNY angkatan 2020 yang berjuang demi melunasi biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) kampusnya.
R sampai harus dibantu guru-guru sekolahnya demi bisa membayar UKT semester pertama. Di semester kedua, Dosen Pembimbing Akademik (DPA), kepala jurusan (kajur), dan rekan-rekannya patungan untuk melunasi UKT R. Itu pun R harus bekerja paruh waktu dan keluarganya berhutang demi menutup kekurangannya.
Sampai akhirnya R disebut cuti kuliah demi bisa bekerja. Pada 9 Maret 2022, pemilik akun @rgantas menerima kabar R meninggal dunia setelah kritis dirawat di rumah sakit karena hipertensi. Pembuluh darah di otaknya pecah.
(kum/wiw)