Jaksa penuntut umum (JPU) menyebut Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J merupakan duri dalam rumah tangga mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Hal itu disampaikan jaksa saat membacakan analisis dalam berkas tuntutan terdakwa Kuat Ma'ruf di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (16/1).
Mulanya jaksa menyatakan tidak setuju dengan keterangan saksi ahli psikologi dari Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia, Reni Kusuma Wardhani dalam persidangan sebelumnya yang menyatakan bahwa adanya pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi yang dilakukan oleh Brigadir J.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut jaksa, kesaksian Reni bertentangan dengan saksi ahli poligraf Aji Febrianto yang menyatakan bahwa Putri terindikasi berbohong ketika diperiksa dan diberi pertanyaan 'apakah anda berselingkuh dengan Yosua di Magelang?' yang juga tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) laboratorium kriminalistik.
"Bahwa berdasarkan saksi Benny Ali dan Susanto Haris mengatakan bahwa saksi Putri Candrawathi adanya kekerasan seksual yang dialami di rumah Duren Tiga pada tanggal 8 Juli 2022 dan pada akhirnya diketahui bahwa tidak ada kekerasan seksual yang terjadi di Duren Tiga, pada tanggal 8 Juli 2022," ujar jaksa.
Jaksa juga menyebut bahwa Richard Eleiezer Puudihang Lumiu atau Bharada E dan asisten rumah tangga (ART) keluarga Sambo, Susi mengaku tidak mengetahui peristiwa pelecehan di rumah Magelang pada 7 Juli lalu.
Berdasarkan kesaksian-kesaksian tersebut, jaksa menilai bahwa tidak ada peristiwa pelecehan seksual yang dialami Putri. Hal itu diperkuat dengan tindakan Putri yang memutuskan tidak mandi dan mengganti pakaian usai mengalami peristiwa pelecehan seksual, serta tidak memeriksakan diri ke dokter.
"Adanya inisiatif dari saksi Putri Candrawathi yang masih meminta dan bertemu untuk berbicara dengan korban selama 10 sampai 15 menit dalam kamar tertutup setelah dugaan pelecehan seksual," kata jaksa.
Selain itu tidak adanya tindakan Sambo meminta visum padaha sudah berpengalaman puluhan tahun sebagai penyidik dan tindaka Sambo yang membiarkan Putri dan Brigadir J berada dalam satu rombongan dan satu mobil yang sama untuk isolasi mandiri ke Duren Tiga.
"Serta keterangan Kuat Ma'ruf terkait duri dalam rumah tangga. Sehingga dapat disimpulkan, tidak terjadi pelecehan pada tanggal 7 Juli 2022 di Magelang, melainkan perselingkuhan antara saksi Putri Candrawathi dan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," ucap jaksa.
Jaksa lantas mengatakan berdasarkan fakta persidangan, Kuat sempat meminta agar Putri melaporkan kepada Sambo agar tak ada duri dalam rumah tangga mereka.
Menurut jaksa, duri yang dimaksud Kuat adalah Brigadir J. Jaksa juga menilai pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Kuat telah mengetahui perselingkuhan antara Putri dengan Brigadir J.
"Terdakwa Kuat Ma'ruf sendiri baik dalam keterangan yang diberikan sebagai saksi maupun sebagai terdakwa mengatakan pada saksi Putri Candrawathi agar melaporkan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat kepada Ferdy Sambo agar 'jangan sampai ada duri di dalam rumah tangga Ferdy Sambo dan saksi Putri Candrawathi' dimana 'duri' yang dimaksud adalah korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," kata jaksa.
"Sehingga dari rangkaian peristiwa tersebut, dapat dinilai sebenarnya terdakwa Kuat Ma'ruf sudah mengetahui hubungan Putri Candrawathi dan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat yang menjadi pemicu terampasnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," pungkas jaksa.
Dalam perkara ini, jaksa menuntut agar majelis hakim PN Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman pidana selama delapan tahun penjara terhadap Kuat Ma'ruf lantaran dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kuat Ma'ruf dengan pidana penjara selama delapan tahun dikurangi masa penahanan," kata jaksa.
Jaksa mengungkapkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi Kuat Ma'ruf. Hal memberatkan yakni Kuat mengakibatkan hilangnya nyawa Yosua dan duka mendalam bagi keluarga korban.
Kuat juga dinilai berbelit belit, tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatannya dalam memberikan keterangan di persidangan. Selain itu, perbuatan Kuat menimbulkan kegaduhan dan keresahan di masyarakat.
Sementara untuk hal meringankan, Kuat dianggap berlaku sopan di persidangan, tidak memiliki motivasi pribadi, dan belum pernah dipidana.