KemenPPPA: Dispensasi Kawin Paling Banyak di Jabar, Jatim, dan Sulsel
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melaporkan Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan menjadi provinsi dengan kasus dispensasi kawin (Diska) paling banyak dilaporkan di Indonesia sepanjang 2022.
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Rohika Kurniadi Sari menambahkan jumlah perkawinan anak setiap tahunnya di Indonesia memang mengalami penurunan. Namun penurunan itu tidak dapat dikatakan bahwa jumlah perkawinan anak ataupun Diska menjadi kecil.
"Daerah terbesar dalam dispensasi kawin memang yang masih mempunyai posisi tinggi, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan," kata Ika di Kantor KemenPPPA, Jakarta Pusat, Jumat (20/1).
Ika tidak merinci berapa jumlah Diska di tiga daerah itu maupun seluruh provinsi di Indonesia, lantaran KemenPPPA masih berkoordinasi dengan Badan Peradilan Agama (Badilag) untuk melakukan sinergitas data.
Lihat Juga : |
Ika melanjutkan faktor dominan yang melatarbelakangi pengajuan Diksa adalah faktor ekonomi, selain adat istiadat dan pendidikan. Ia membantah bahwa faktor hamil duluan menjadi penyebab pernikahan dini di Indonesia.
"Kalau dilihat terkait penyebab memang paling dominan, ekonomi ya dominannya, pertama. Dan kedua orang tua sudah khawatir anaknya melakukan tindakan tidak terpuji seperti zina, itu menjadi faktor Diska juga. Orang tua sekarang kok mudah menyerah ya terhadap persoalan anak ini," kata dia.
Oleh karena itu menurut Ika, pernikahan anak di bawah umur ini harus dicegah sejak dini. Salah satunya melalui peran aktif orang tua dalam hal pendampingan terhadap anak-anaknya
Ika lantas mengajak seluruh orang tua untuk selalu memberikan pendampingan dan mengedukasi anak-anaknya. Salah satunya berkaitan tentang bahaya pergaulan bebas. Selain itu, tenaga pendidik juga perlu melakukan edukasi tentang bahaya pergaulan bebas dan perkawinan anak
"Perkawinan anak merupakan salah satu tantangan dalam pembangunan SDM. Hal ini dikarenakan perkawinan anak memiliki dampak yang multi aspek dan lintas generasi. Perkawinan anak juga bentuk pelanggaran hak anak yang dapat menghambat mereka dalam mendapatkan hak-haknya secara optimal," ujar Ika.
(khr/isn)