Saksi Ahli Ungkap Kulit Korban Tewas Tragedi Kanjuruhan Membiru

CNN Indonesia
Kamis, 26 Jan 2023 23:34 WIB
Saksi ahli sekaligus dokter mengungkapkan kulit mayoritas korban meninggal Tragedi Kanjuruhan membiru dan sesak napas.
Dalam sidang Tragedi Kanjuruhan, saksi ahli sekaligus dokter mengungkapkan kulit mayoritas korban meninggal membiru dan alami sesak napas. (CNN Indonesia/Farid)
Jakarta, CNN Indonesia --

Saksi ahli sekaligus dokter di RS Wava Husada, Kepanjen, Malang, dr Risa Qohardita mengatakan mayoritas korban meninggal Tragedi Kanjuruhan mengalami kondisi kulit yang membiru dan sesak napas.

RS Wava Husada, tempat Risa bekerja, merupakan salah satu rumah sakit yang paling banyak menerima pasien korban Tragedi Kanjuruhan. Puluhan korban tewas dibawa ke rumah sakit tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada yang luka warna biru, ada yang sesak," kata Risa, saat memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (26/1).

"Sepengetahuan saya, kejadian-kejadian itu karena kekurangan oksigen, karena gagalnya sistem pernapasan," ucapnya.

Kendati demikian, Risa menyatakan tak mengetahui detail penyebab kondisi itu. Ia menegaskan tidak melakukan autopsi terhadap korban meninggal dunia Tragedi Kanjuruhan.

"Bukan kapasitas saya karena tidak melakukan autopsi, tapi kalau dari kondisi-kondisi pasien, kemungkinan kurang oksigen," ucapnya.

Dalam kesaksiannya, ia juga mengatakan hasil visum korban bernama Andi Kurnia menunjukkan perubahan warna mata jadi memerah dan gangguan napas akibat gas kimia.

"[Kena efek gas kimia] karena indikasi ada mata merah, mengenai mata dan pernapasan," ujar Risa.

Sayangnya, Risa mengaku tak tahu detail perihal kandungan dan gas kimia menerpa pasien itu. Ia juga tak bisa memastikan perubahan mata dan gangguan pernapasan tersebut efek tembakan gas air mata atau tidak.

Sementara itu, saat kejadian, Risa melihat sendiri korban berbondong-bondong dievakuasi ke rumah sakit.

[Gambas:Video CNN]



Pada gelombang pertama, pasien masih bisa tertangani. Tapi, gelombang-gelombang selanjutnya, jumlah korban makin banyak yang datang, sementara dokter yang berjaga hanya tiga orang.

"Jumlahnya terlalu banyak, tapi setelah didata yang meninggal dunia teridentifikasi 53 pasien, yang tidak teridentifikasi 15, yang dirawat 8, rawat jalan 43," lata Risa.

"Tapi data itu kurang valid karena mengira-ngira, ada pasien yang tidak dilakukan triase, ada yang datang sudah meninggal, lalu ada yang sudah dibawa pulang tapi belum terdata," tuturnya.

Para dokter, kata Risa, berusaha sekuat mungkin untuk melakukan penanganan kepada para korban, seperti pemeriksaan napas, nadi hingga memberikan oksigen, infus dan obat-obatan.

"Kami tetap lakukan triase sesuai kegawatannya, saat itu tidak ada nadi, napas, dan lain-lain, lalu cek detak dan efek cahaya kalau masih ada, kami lakukan pertolongan pertama. Tapi, kalau tidak memungkinkan, kami sendirikan di ruangan khusus," ucapnya.

"Pasien prioritas pertama misalnya kejang, kami pasang infus dan oksigen, lalu masukan obat-obatan untuk menolong."

"Lalu pasien patah tulang, panik, dan lain-lain, kami kasih oksigen. Untuk pasien yang tidak ada kedaruratan, seperti kondisinya masih bagus dan oksigennya normal, kami arahkan untuk rawat jalan saja," Risa menjelaskan.

(frd/chri)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER