Terdakwa Tragedi Kanjuruhan, Security Officer Suko Sutrisno, mengakui dirinya tak pernah mendapatkan atau membuat prosedur keamanan dan keselamatan suporter, hingga penanganan insiden.
Hal tersebut diungkapkan Suko, saat memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (27/1) malam. Awalnya, Suko mengaku dirinya menjadi Security Officer, sejak Juli 2022. Dia diajak oleh Terdakwa Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, secara lisan.
Tiap pertandingan, Suko mengaku hanya mendapat honor Rp250 ribu. Statusnya pun sebagai pekerja lepas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Honor saya cuma Rp250 ribu (setiap pertandingan). Betul, secara data saya belum tahu (nama dicatut dalam daftar kepanitiaan)," kata Suko, di Ruang Cakra.
Saat ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU), menurut pemahaman Suko, tugasnya sebagai Security Officer adalah untuk memimpin match steward. Sedangkan steward dalam sebuah pertandingan, baginya, hanya sebagai pembantu kepolisian melakukan pengamanan.
"Steward hanya [bertugas] di dalam stadion. Betul (seharusnya polisi membantu steward) tapi praktik di lapangan, kita di bawah kendali mereka (polisi)," katanya.
Lebih lanjut, JPU sempat menanyai Suko soal tugas Security Officer sesuai regulasi. Namun, dia tidak mengetahui seluruh hal tersebut.
"Saya belum pernah disampaikan (oleh PSSI, LIB, maupun Panpel soal regulasi)," ucapnya.
"Tidak pernah (buat prosedur darurat penanganan insiden), belum pernah [membuat rencana kontinjensi], belum (membuat rencana keselamatan keamanan), tidak tahu (Stadion Kanjuruhan sudah punya sertifikat laik fungsi atau tidak)," tambahnya.
Selain itu, Suko juga mengaku tidak pernah mengikuti pendidikan terkait pengamanan pertandingan sepak bola. Dia hanya berlandaskan instingnya sebagai pekerja di lapangan.
"Saya orang terbiasa di lapangan, jadi langsung praktik. Contoh saat proses evakuasi, saya beri setiap pintu darurat ada dua steward yang berjaga," tutupnya.