
Kasus Bripka Madih: Diperas Polisi, Langgar Etik Polri Hingga KDRT

Kasus anggota Polsek Jatinegara Bripka Madih viral diperbincangkan. Ia mengaku dimintai uang ratusan juta oleh sesama anggota kepolisian saat hendak mengurus kasus sengketa tanah keluarganya.
Cerita Madih berawal kala tanah milik orang tuanya diklaim sejumlah pihak. Ada sekitar 6.500 meter tanah dari dua surat berbeda yang diserobot pihak lain.
"Karena yang terserobot 6.500 meter, itu besar nilainya dan kami masih bayar pajak. Jadi di girik 191 jumlahnya 4411 meter yang diserobot 3.600an meter. Kami nguasain 1.800an meter. Di girik 815 jumlahnya 4.954 meter Sekarang nguasain 2.000 meter, sisanya dikuasai PT Premiere," kata Madih.
Menurutnya, ada indikasi pidana pada kasus tersebut karena tanah itu telah dijual melalui calon tanpa sepengetahuan orang tuanya.
"Jadi setelah pemeriksaan berkas, kami sangkal di situ ada surat pernyataan dan dibeli dari calo. Ada akta tapi tidak ada (cap) jempol. Ini kan murni kekerasan, penyerobotan, kok sudah timbul akte," katanya.
Diminta 'pelicin'
Karena hal tersebut, Madih membuat laporan ke Polda Metro Jaya di Subdit Keamanan Negara (Kamneg), dan ditangani oleh penyidik berpangkat AKP inisial TG. Namun dalam upaya menempuh jalur hukum, penyidik malah meminta uang ratusan juta agar kasusnya dapat segera ditangani.
"Maka saat saya dimintai dana penyidikan dan hadiah kan terlalu miris lah. Jadi saat itu yang diminta Rp100 juta dan tanah 1.000 meter, karena nilainya gede yang kami laporkan. Kok bisa penyidik minta ke anggota polisi juga. Kami bukan ngarang," ujarnya. Pernyataan Madih ini sempat viral di media sosial.
Tanggapan Polda Metro
Polda Metro Jaya telah melakukan penelusuran terkait pernyataan Madih tersebut. Hasilnya, ada tiga laporan polisi terkait perkara ini.
Laporan pertama dilayangkan 2011 dengan pelapor ibu dari Madih bernama Halimah. Dalam laporan itu disampaikan ibu Madih memiliki tanah seluas 1.600 meter persegi berdasarkan girik nomor 191. Hanya saja jumlah itu berbeda dari apa yang sudah disampaikan Madih.
"Namun kami dengar yang bersangkutan menyampaikan, penyampaiannya ke media mengatakan (luasnya) 3.600, memang fakta laporan polisinya 1.600," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko.
"Ini ada terjadi inkonsistensi, mana yang benar, tetapi dalam fakta hukum yang kita dapat di sini adalah 1.600," ujarnya.
Dari penyelidikan, didapatkan fakta tanah tersebut ternyata sudah dijual oleh ayah Madih selama rentang waktu tahun 1979 hingga 1992. Total ada 9 akta jual beli (AJB) atas lahan terebut.
"Telah terjadi jual beli dengan menjadi 9 AJB dan sisa lahannya atau tanahnya dari girik 191 ini seluas 4.411 ini yang sudah diikat dengan AJB seluas 3.649,5 meter artinya sisanya hanya sekitar 761 sekian," ucap Trunoyudo.
Hasil penyelidikan belum ditemukan ada perbuatan melawan hukum seperti laporan pada 2011. Trunoyudo juga mengungkapkan penyidik berinisial TG saat ini telah pensiun.
"Penyidiknya atas nama TG merupakan purnawirawan, artinya sudah purna, sudah pensiun sejak tahun 2022, pensiun pada Oktober 2022," ujarnya.
Selain laporan 2011, ada pula laporan dilayangkan Madih pada 23 Januari lalu terkait perusakan barang atau Pasal 170 KUHP.
Laporan lainnya juga dilayangkan ke kepolisian pada 1 Februari. Namun, kali ini Madih menjadi terlapor dalam laporan yang dibuat Victor Edward.
"Di mana laporannya adalah menduduki lahan perumahan tersebut, pada perumahan Premier Estate 2, di mana Madih masih anggota Polri dengan menggunakan pakaian dinas Polri dengan membawa beberapa kelompok massa sehingga membuat keresahan sehingga dilaporkan oleh Victor," tutur Trunoyudo.